Mengurai Hikmah Hijrah, Menghitung Ulang Bekal Perjuangan
Shoutussalam.com – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Alloh,mereka itulah yang mengharapkan rahmat Alloh,Alloh Maha pengampun, Maha penyayang”.(Q.S. Al Baqarah: 218).
Lebih dari empat belas abad yang lalu ada sebuah peristiwa besar yang merubah sejarah umat Islam dan sejarah dunia. Peristiwa tersebut menjadi sangat penting dan berharga karena ketika itu masa depan perjuangan Islam dan nasib umat Islam generasi pertama tengah dipertaruhkan. Peristiwa itu adalah hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat generasi pertama Islam.
Mereka meninggalkan Makkah tanah kelahiran mereka menuju Madinah negeri orang yang baru dan asing. Bukan untuk mencari dunia mereka melakukan itu semua tapi ada sesuatu yang lebih mahal dari dunia dan seisinya yang sedang mereka cari dan mereka pertahankan.
Bila kita mau menggali sejarah dari peristiwa hijrahnya Nabi dan para sahabat maka akan kita temukan mutiara berharga dan keteladanan yang agung dari peristiwa tersebut. Agar peristiwa tersebut tidak menjadi kisah tanpa hikmah atau sekedar cerita tanpa makna tentunya peristiwa tersebut harus menjadi bahan renungan dan evaluasi bagi kita dalam menempuh jalan perjuangan menegakkan Islam.
Peristiwa Hijrahnya Nabi dan para sahabat dari Makkah ke Madinah sarat akan makna, nilai dan keteladanan. Diantara makna, nilai dan keteladanan dari peristiwa hijrah adalah:
Pertama, Hijrah mengajarkan kita akan makna cinta dan pengorbanan di jalan Alloh. Apakah yang mendorong generasi pertama Islam rela meninggalkan tanah kelahiran yang telah memberinya nafas kehidupan, yang telah mengeraskan tulang-tulang mereka dan yang telah memberikan mereka sebagian kenangan yang manis dalam kehidupan?.Jawabannya adalah cinta.
Apakah mereka yang berhijrah tidak mencintai tanah kelahiran dan handai taulannya?.Jawabannya bukan karena mereka tidak mencintai tapi itulah pengorbanan. Cinta dan pengorbanan keduanya tidak bisa dipisahkan. Cinta membutuhkan pengorbanan dan orang rela berkorban karena cinta. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat sangat mencintai Makkah. Akan tetapi ada kecintaan kepada sesuatu yang lebih agung yang membuat mereka rela mengorbankan kecintaan mereka kepada tanah air dan handai taulannya, yaitu kecintaan mereka kepada agama yang membuat mereka menemukan kehidupan baru yang penuh makna.
Kecintaan kepada Allah,Rasul dan Islam serta negeri akhirat itulah yang menyebabkan mereka dengan entengnya mengorbankan kecintaanya kepada tanah air dan handai taulannya. Mereka rela mengarungi ganasnya sahara meninggalkan tanah kelahiran yang tidak lagi bersahabat menuju negeri asing yang menjanjikan.
Bagaimana dengan kita yang mengaku mencintai Allah, Rasul dan agama ini?.Jika saja pengakuan dari setiap kita benar mungkin dienullah tidak akan direndahkan, mungkin tanah air umat Islam tidak dinajisi oleh orang-orang kafir dan mungkin kaki kita tidak tertanam di bumi di saat medan jihad memanggil kita.
Dan jika saja setiap kita mencintai agama ini tentu kita tidak akan rela menggantinya dengan paham busuk semisal Demokrasi. Sekiranya kita mencintai Rosululloh dengan tulus tentu kita tidak akan mengganti manhaj beliau dalam berjuang dengan manhaj orang kafir semisal Demokrasi. Sebab pejuang Islam sejati akan hidup dan mati diatas manhaj Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. Sedangkan pejuang Islam gadungan akan rela menukar manhaj Rasul yang suci dengan manhaj demokrasi yang busuk demi ambisi dunia.
Karena itu ketahuilah oleh kalian bahwa mereka yang mengklaim sebagai orang yang memperjuangkan Islam namun mereka bersekutu dengan orang-orang kafir dalam partai dan majelis-majelis parlemen mereka adalah para penipu. Mereka adalah orang-orang dungu yang berkubang dalam lumpur kehinaan. Dungu karena mereka tidak mengenal manhaj Nabi dalam perjuangan dan meninggalkan manhaj tersebut. Berkubang dalam kehinaan karena mereka meninggalkan agama Islam yang suci dan menceburkan diri dalam paham yang busuk lagi najis bernama demokrasi. Teladanilah kisah Nabi dan para sahabat dalam cinta dan pengorbanan dalam peristiwa hijrah agar kita menggapai kesuksesan dalam perjuangan seperti yang pernah mereka gapai.
Kedua, hijrah mengajarkan kepada kita akan makna ukhuwah Islamiyah. Peristiwa hijrah telah menampilkan sebuah kisah nyata yang sangat mengagumkan dalam sejarah kemanusiaan. Kisah tentang persaudaraan, solidaritas dan persatuan yang diikat oleh sebuah keyakinan suci bernama Islam. Keyakinan tersebut telah mempersaudarakan bangsawan persia dan budak Habasyah, menyatukan saudagar Qurays yang kaya raya dengan penggembala kambing yang miskin.
Hijrah menjadi momentum besar untuk terwujudnya persatuan dan persaudaraan atas Islam bagi manusia dari berbagai suku, bangsa dan kelas sosial. Persaudaraan tersebut dikemudian hari menjadi modal penting untuk mewujudkan cita-cita perjuangan menegakkan Islam.
Perhatikanlah kisah berikut bagaimana hijrah menampilkan keteladanan yang sangat agung dalamukhuwah Islamiyah. Ketika para sahabat Muhajirin yang dari Makkah sampai di Madinah maka Rasulullah mempersaudarakan mereka dengan kaum Anshar yaitu kaum muslimin penduduk Madinah. Banyak diantara kaum muslimin yang dari makkah datang ke madinah dalam keadaan miskin.
Ada di antara mereka yang datang sebatang kara karena meninggalkan keluarganya yang masih kafir di Makkah. Ada pula yang datang tanpa harta kecuali makanan yang ada di dalam perutnya dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Sehingga dijalinnya persaudaraan antara Anshar dan Muhajirin oleh Rasulullah menjadi solusi untuk mengatasi problem yang demikian dan juga untuk memperkuiat barisan kaum muslimin.
Adalah Abdurrahaman bin Auf seorang sahabat Muhajirin yang datang ke Madinah dalam keadaan miskin, kemudian dipersaudarakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dengan sahabat Anshar yang kaya raya bernama Saad bin Rabi’. Setelah dipersaudarakan berkatalah Saad bin Rabi’ kepada Abdurrahman bin Auf yang kurang lebih begini,”Wahai saudaraku kita telah dipersaudarakan oleh Rasulullah, aku melihat engkau adalah orang yang miskin sedangkan aku memilik harta yang banyak, mari kita bagi hartaku menjadi dua, sebagian untukmu dan sebagian lagi untukku. Dan aku juga melihat engkau tidak memiliki istri sedangkan aku memiliki istri lebih dari satu, karena itu lihatlah olehmu istri-istriku, mana yang menarik hatimu akan aku ceraikan dan jika telah habis masa iddahnya maka nikahilah dia olehmu”.
Subhanallah, begitu mulia hati Saad bin Rabi dan ia begitu mencintai saudaranya sesama muslim. Namun perhatikan juga bagaimana keluhuran akhlaq dari Abdurrahman bin Auf ketika mendapatkan tawaran yang bukan basa basi tersebut. Dengan penuh kelembutan dan kalimat yang santun Abdurrahman bin Auf menjawab tawaran tersebut dengan bertutur,”Wahai saudaraku semoga Alloh memberkahi keluarga dan hartamu,tunjukkan saja kepadaku dimana pasar?”
Saad bin Rabi telah menunjukan solidaritasnya kepada sesama muslim dengan siap memberikan apa yang dimilikinya kepada saudaranya yang memang membutuhkan. Abdurrahman bin Auf telah menunjukan dirinya sebagai seorang muslim yang memiliki kemuliaan dan tidak cengeng sehingga dia tidak serta merta memanfaatkan semua fasilitas yang ditawarkan saudaranya. Abdurrahman bin Auf memilih berdagang di pasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya daripada bergantung pada belas kasihan orang lain. Dikemudian hari Abdurrahman bin Auf menjadi seorang pedagang yang kaya raya namun tetap dermawan dan gemar menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Kisah Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Rabi hanyalah salah satu kisah dari banyak kisah keteladanan yang telah dipentaskan oleh generasi pertama Islam dari golongan Anshor dan Muhajirin, karenanya Allah memuji mereka dengan firmanNya:
“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan ( muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran,maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Al Hasyr : 9)
Jika saja umat Islam pada hari ini bisa mempraktekan makna ukhuwah islamiyah seperti yang telah dicontohkan oleh para sahabat Anshar dan Muhajirin tentu kaum muslimin palestina tidak dibantai oleh Yahudi setiap hari dan tentu al Quds sudah tidak lagi dinajisi oleh Israel terlaknat. Jika sajaukhuwah Islamiyah pada hari ini bukan sekedar slogan tentu gedung putih dan Kremlin tidak lagi tegak berdiri dengan angkuh. Dan jika saja ukhuwah Islamiyah itu hari ini ada pada diri setiap muslim tentu putra-putra terbaik umat ini tidak berada di penjara Guantanamo, penjara Abu Ghuraib ataupun penjara-penjara para durjana di bumi ini. Sayang seribu sayang Ukhuwah Islamiyah pada hari ini bagi sebagian besar kaum muslimin hanya sekedar slogan kosong tanpa bukti.
Ketiga Hijrah adalah kemenangan. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan”.(Q.S.At Taubah : 20).
Dikatakan bahwa hijrahnya Nabi dan para sahabat adalah kemenangan karena dengan hijrah terselamatkanlah misi perjuangan, pemimpin perjuangan dan para kader perjuangan Islam. Bahkah hijrah adalah kemenangan pertama yang menjadi pintu gerbang kemenangan-kemenangan besar selanjutnya. Sebab dengan hijrah kaum muslimin berubah statusnya dari kaum yang terusir menjadi kaum merdeka yang berdaulat di dalam negerinya sendiri dibawah naungan keadilan syariat Islam.
Hijrah adalah pintu gerbang kemenangan karena setelah hijrah terjadilah peristiwa-peristiwa besar yang menjadi penentu masa depan Islam yang gemilang selanjutnya. Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah perang badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin dan menewaskan pemimpin-pemimpin kafir Qurays, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah sampai kepada futuh Makkah. Yang kemenangan-kemenangan tersebut berlanjut sampai dikemudian hari terbukalah gerbang Eropa oleh Tariq bin Ziad untuk kemudian takluk dalam pangkuan Islam dan tersebarlah Islam kesegenap penjuru negeri.
Spirit hijrah adalah spirit kemenangan. Karena itu bercermin pada peristiwa hijrahnya Nabi shoaallahu ‘alaihi wasalam dan para sahabat adalah menghitung bekal perjuangan kita baik itu bekal secara spiritual maupun material. Jalan perjuangan menegakkan dien ini adalah jalan panjang yang melelahkan yang ujungnya belum nampak namun pasti hasilnya. Jika kita telah menghitung ulang bekal perjuangan marilah kita genggam cahaya bara Islam agar tetap bersinar dalam hati kita dan di alam semesta ini meskipun kita harus binasa karenanya.Ambon 01 Muharram 1433H
Abu Usamah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar