Apakah Doa Bisa Mengubah Takdir?
oleh Rafi
Pohan
di Fatwa Ulama
Waktu
Baca: 4 menit
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa
sesungguhnya doa dan takdir bisa saling mengubah. Doa bisa menolak sebagian
takdir atau bencana, sebagaimana berbuat baik kepada orang tua akan memberkahi
(menambah kebaikan) umur seorang hamba. Kami memohon penjelasan bagaimana
kaidah dalam masalah ini?
Baca Juga: Memahami Macam-macam Takdir
Jawaban:
Terdapat dalam hadis
Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau
bersabda,
إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر
“Sesungguhnya seorang hamba
terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu
tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling
berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik
(kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu
Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij
Al-Musnad)
Maka, perbuatan berdoa itu
adalah bagian dari takdir, dan takdir itu pasti terjadi. Atas kehendak
Allah-lah terjadi dan tercegahnya segala sesuatu. Dia juga yang menakdirkan dan
mencegah segala sesuatu baik dengan sebab doa, sedekah, atau amal salih. Dan
Dia menjadikan perkara-perkara ini sebagai sebab-sebab dari semua itu (rizki,
panjang umur, dll), yang tidak lepas dari ketetapan-Nya.
Suatu takdir bisa saja
diperbaiki dengan takdir lain. Takdir dan doa saling mendahului satu sama lain.
Contohnya, ketika Anda menggembala kambing atau unta, terkadang Engkau
mendapati mereka di ladang yang sangat baik. Ini terjadi karena takdir Allah.
Terkadang Engkau mendapati mereka berada di ladang yang cukup baik dan
terkadang Engkau dapati mereka di ladang yang buruk dan tandus. Ini juga karena
takdir Allah. Bahkan terkadang yang buruk adalah perlakuanmu kepada mereka.
Namun yang menjadi kewajiban bagimu adalah berusaha memastikan bahwa hewan
ternak tersebut dalam keadaan baik serta menjauhkannya dari keburukan. Namun,
semua ini terjadi atas takdir Allah.
Hal tersebut serupa dengan apa
yang dikatakan ‘Umar radiyallahu ‘anhu kepada
orang-orang terkait turunnya tha’un (wabah
menular) di Syam yang merupakan wilayah kaum Muslimin. ‘Umar memerintahkan agar
manusia masuk ke rumahnya masing-masing dan melarang orang-orang masuk ke Syam
(karena sedang terjadi tha’un). Sebagian
orang berkata, “Bukankah ini bentuk lari dari takdir Allah?” ‘Umar radiyallahu ‘anhu pun berkata,
نفر من قدر الله إلى قدر الله
“Kita lari dari takdir Allah menuju takdir
Allah (yang lain).”
Maksudnya, kita tetap di Syam
adalah atas takdir Allah dan kita kembali (ke tempat asal) juga atas takdir
Allah. Semuanya adalah takdir Allah. Maka, kita (hakikatnya) berlari dari
takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain.
Sebagaimana Engkau berlari dari
keburukan dengan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla. Engkau
berlari dari penyakit dengan melakukan pengobatan menggunakan jarum,
biji-bijian, atau obat yang lainnya, semuanya adalah bentuk lari dari takdir
Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kemudian ‘Umar membuat
permisalan kepada manusia, dia berkata,
أرأيتم لو كان إنسان عنده إبل أو غنم فأراعها في روضة مخصبة أليس بقدر الله؟ وهو بهذا مشكور- فإن راعها أو ذهب بها إلى أرض مجدبة مقحطة أو أرض خالية من الماء والعشب لكان مسيئا -وهو بقدر الله
“Tidakkah kalian melihat ketika
seseorang menggembala unta atau kambing ke sebuah ladang yang subur, bukankah
itu terjadi atas takdir Allah? Dan hal ini wajib untuk disyukuri. Jika dia
menggembala atau membawanya ke ladang yang tandus dan gersang, atau ladang yang
tidak tersedia air dan rerumputan, maka hal ini akan merugikannya. Dan ini juga
terjadi atas takdir Allah.”
Kesimpulan, sesungguhnya ketika
manusia mengikuti sesuatu yang benar, itu adalah takdir Allah. Dan ketika dia
mengikuti sesuatu yang salah, itu juga merupakan takdir Allah. Seluruhnya
terjadi karena takdir Allah. Kita berlari dari takdir Allah yang satu, menuju
takdir Allah yang lain. Kalaupun manusia bermaksiat, maka maksiatnya terjadi
dan dia tidak bisa berdalil untuk lepas dari hukuman yang telah Allah
syariatkan. Hal itu (maksiat dan hukuman) juga merupakan takdir Allah. Maka,
tegaknya hukuman adalah karena takdir Allah. Maksiat apa pun yang terjadi juga
merupakan takdir Allah. Seseorang memperoleh yang halal adalah takdir,
memperoleh yang haram adalah takdir. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk
memperoleh yang halal dan dilarang untuk memperoleh yang haram, dan semuanya
terjadi karena takdir Allah.
Tidak mungkin seseorang keluar
dari takdir Allah. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk berusaha
memperbaikinya. Dia diperintahkan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi
keburukan. Allah menjadikan baginya (manusia) akal pikiran, Allah ciptakan
baginya kemampuan memilih untuk membedakan antara yang satu dan yang lainnya.
Oleh karena itu, manusia hendaknya menyalahkan dirinya jika dia tunduk kepada
keburukan dan kemaksiatan, seperti mabuk-mabukan, zina, dan selainnya.
Hendaknya, dia (manusia)
bersyukur ketika dia condong untuk berbuat taat, berpegang teguh pada ketaatan,
istiqamah dalam ketaatan, karena dia memiliki akal, kehendak, kemampuan
memilih, serta kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat
dan yang mudharat, yang benar dan yang salah. Demikianlah syariat dan takdir
Allah subhanahu wa ta’ala. Allah jalla wa‘ala tetapkan takdir bagi hamba-Nya dan
memberi akal kepada para hamba-Nya yang dapat mereka gunakan untuk membedakan
yang benar dengan yang salah, membedakan petunjuk dan bimbingan Allah dengan
kesesatan, dan membedakan petunjuk Allah dengan selainnya.
Baca Juga:
Sumber: Mauqi’ Ibn Baz, https://bit.ly/2IH2S4U
Penerjemah: Rafi
Pohan
Artikel: Muslim.or.id
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/59685-apakah-doa-bisa-mengubah-takdir.html
Dari
Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Yang dapat menolak takdir hanyalah doa. Yang dapat menambah umur
hanyalah amalan kebaikan.” (HR. Tirmidzi, no. 6 dalam Kitab
Al-Qadr, Bab “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa”)
Yang dimaksud doa bisa menolak takdir terdapat
dua makna:
- Kalau seseorang tidak berdoa,
maka takdirnya seperti itu saja.
- Kalau seseorang berdoa, takdir
akan dijalani dengan mudah. Yang terjadi seakan-akan takdir yang jelek itu
tertolak.
Yang dimaksud umur tidaklah bertambah melainkan dengan kebaikan terdapat
dua makna:
- Kalau seseorang tidak melakukan
kebaikan, maka umurnya pendek.
- Kalau seseorang melakukan
kebaikan, umurnya bertambah, yaitu bertambah berkah.
Jika dilihat dari pengertian di atas berarti umur bertambah bisa
bermakna hakiki. Atau ada yang mengatakan bahwa makin banyak amalan kebaikan,
makin bertambah umur. Sebagaimana pula makin sering memanjatkan doa, musibah
akan terus tertolak.
Artinya yang disebutkan di atas berarti Allah memberkahi umur. Apa
maksud Allah memberkahi umurnya? Ia cukup beramal shalih dalam waktu yang
singkat, di mana dengan waktu seperti itu, yang lainnya tidak bisa melakukan
amalan yang banyak. Maksud kedua di sini, bertambah umur berarti bertambah
secara majaz.
Faedah penting yang bisa
diambil:
- Dorongan untuk memperbanyak
kebaikan serta bersegera melakukan kebaikan dan sebab-sebabnya.
- Amalan kebaikan menyebabkan umur
bertambah, baik secara hakiki atau majazi.
- Doa punya kedudukan yang begitu
mulia. Segala sesuatu yang telah Allah takdirkan pada hamba berupa hal
yang dibenci, dapat tertolak dan dipalingkan dengan doa, asalkan seseorang
ikhlas dan benar dalam niat.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Arba’una Haditsan, Kullu
Haditsin fii Khaslatain. Cetakan kedua, tahun 1421 H. Prof. Dr.
Shalih bin Ghanim As-Sadlan. Penerbit Dar Balansia.
Sumber https://rumaysho.com/15647-menolak-takdir-dengan-doa.html
July 12, 2009
Mari
kita bersama memahami takdir ilahi.
”Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus
mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa
saja yang luput darimu tidak akan menimpamu.“
Daftar
Isi tutup
3. Salah dalam Menyikapi
Takdir
4. Keyakinan yang Benar
dalam Mengimani Takdir
5. Jangan Hanya Bersandar
pada Takdir Allah
6. Buah dari Beriman kepada
Takdir
Beriman
kepada Takdir
Kaum
muslimin yang semoga dimuliakan oleh Allah Ta’ala, salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah
beriman kepada takdir baik maupun buruk.
Perlu
diketahui bahwa beriman kepada takdir ada empat tingkatan :
[1]
Beriman kepada ilmu
Allah yang ajali
sebelum segala sesuatu itu ada. Di antaranya seseorang harus beriman bahwa amal
perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.
[2]
Mengimani bahwa Allah telah menulis
takdir di Lauhul
Mahfuzh.
[3]
Mengimani masyi’ah (kehendak Allah) bahwa segala sesuatu yang
terjadi adalah karena kehendak-Nya.
[4]
Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah
Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan
manusia.
Dalil
dari tingkatan pertama dan kedua di atas adalah firman Allah Ta’ala (yang
artinya),”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang
ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya
yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22] : 70). Kemudian dalil dari
tingkatan ketiga di atas adalah firman Allah (yang artinya),”Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)
kecuali apabila
dikehendaki Allah,
Tuhan semesta alam.”
(QS. At Takwir [81] : 29). Sedangkan untuk tingkatan keempat, dalilnya adalah
firman Allah (yang artinya),”Allah menciptakan kamu dan apa
saja yang kamu perbuat.” (QS.
Ash-Shaffaat [37] : 96). Pada ayat ‘Wa ma ta’malun’ (dan apa saja yang kamu
perbuat) menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah.
Macam-macam
Takdir
Takdir
itu ada 2 macam :
[1]
Takdir umum mencakup segala yang ada. Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat
takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah
qalam (pena). Allah berfirman kepada qalam tersebut,“Tulislah”. Kemudian qalam
berkata,“Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman,“Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi
hingga hari kiamat.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh
Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).
[2]
Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum. Takdir ini terdiri dari :
(a) Takdir
‘Umri yaitu
takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud, di mana janin yang sudah
ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal : (1) rizki,
(2) ajal, (3) amal, dan (4) sengsara atau berbahagia.
(b) Takdir
Tahunan yaitu
takdir yang ditetapkan pada malam lailatul
qadar mengenai
kejadian dalam setahun. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah.” (QS. Ad
Dukhan [44] : 4). Ibnu Abbas mengatakan,”Pada malam lailatul qadar, ditulis
pada ummul kitab segala kebaikan, keburukan,
rizki dan ajal yang terjadi dalam
setahun.” (Lihat Ma’alimut Tanzil, Tafsir Al Baghowi)
Seorang
muslim harus
beriman dengan
takdir yang umum dan terperinci ini. Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja
dari keduanya, maka dia tidak beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah
mengingkari salah satu rukun iman yang wajib diimani.
Salah
dalam Menyikapi Takdir
Dalam
menyikapi takdir Allah, ada yang mengingkari takdir dan ada pula yang terlalu
berlebihan dalam menetapkannya.
Yang
pertama ini dikenal dengan Qodariyyah. Dan di dalamnya ada dua kelompok
lagi. Kelompok
pertama adalah
yang paling ekstrim. Mereka mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan
mengingkari pula apa yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh. Mereka
mengatakan bahwa Allah memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui
siapa yang ta’at dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak
didahului oleh ilmu Allah dan takdirnya. Namun kelompok seperti ini sudah
musnah dan tidak ada lagi.
Kelompok
kedua adalah
yang menetapkan ilmu Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan hamba pada
takdir Allah. Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang
berdiri sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya.
Inilah madzhab mu’tazilah.
Kebalikan
dari Qodariyyah adalah kelompok yang berlebihan dalam menetapkan takdir
sehingga hamba seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama sekali. Mereka mengatakan bahwasanya
hamba itu dipaksa untuk menuruti takdir. Oleh karena itu, kelompok ini dikenal
dengan Jabariyyah.
Keyakinan
dua kelompok di atas adalah keyakinan yang salah sebagaimana ditunjukkan dalam
banyak dalil. Di antaranya adalah firman Allah (yang artinya),”(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh
jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat
menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan
semesta alam.” (QS. At Takwir [81] : 28-29). Ayat ini secara tegas
membantah pendapat yang salah dari dua kelompok di atas. Pada ayat,“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh
jalan yang lurus”
merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat ini Allah
menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia tidaklah dipaksa
dan mereka berkehendak sendiri. Kemudian pada ayat selanjutnya,”Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)
kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” merupakan bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu
berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung pada
kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut, Allah
mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.
Keyakinan yang Benar dalam Mengimani Takdir
Keyakinan
yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan
terjadi dengan ketetapan
Allah karena tidak
ada pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk
adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia
kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.
As
Safariny mengatakan, ”Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf)
dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan,
kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang
dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya,
sebagaimana firman-Nya (yang artinya),”Dan
kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki
Allah” (QS. At
Takwir [81] : 29). Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan
Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan
kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah.”
Baca
Juga: Syarhus Sunnah: Inilah Akidah yang Disepakati oleh Para Salaf
Jangan Hanya Bersandar pada Takdir Allah
Sebagian
orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa
seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah seseorang yang
meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia
tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu
dia mengatakan,”Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada
mereka”. Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir.
Ingatlah
bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah
juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita
bermalas-malasan. Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan
hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena
hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan
minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu,
janganlah kamu berkata: ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan
begini atau begitu’, tetapi katakanlah: ‘Qodarollahu wa maa sya’a fa’al’ (Ini
telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena
ucapan’seandainya’ akan membuka (pintu) setan.” (HR. Muslim)
Buah
dari Beriman kepada Takdir
Di
antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi
tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang
mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu
pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya.
Dari
Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, ”Engkau tidak
dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan
menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan
menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,”Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam
keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)
Maka
apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia akan menyikapi
segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti berbeda dengan orang yang
tidak beriman pada takdir dengan benar, yang sudah barang tentu akan merasa
sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah
untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah.
Ya
Allah, kami meminta kepada-Mu surga serta perkataan dan amalan yang mendekatkan
kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka serta perkataan dan
amalan yang dapat mengantarkan kami kepadanya. Ya Allah, kami memohon
kepada-Mu, jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da’awat.
[Sumber
rujukan utama : [1] Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod, Syaikh Fauzan Al Fauzan, [2] Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin]
Baca
Juga:
·
Hadits Arbain #19: Menjaga Hak
Allah dan Memahami Takdir
·
Syarhus Sunnah: Memahami Takdir
#01
***
Penulis
: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber https://rumaysho.com/70-memahami-takdir-ilahi.html
Doa Agar Semua Takdir Kita Baik
Muhammad
Abduh Tuasikal, MSc Follow on
TwitterSend an emailOctober 15, 2019
0 90,895 2 minutes read
Facebook Twitter LinkedIn Tumblr Pinterest Reddit VKontakte Odnoklassniki Pocket
Doa ini bagus
sekali diamalkan, pernah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan pada
istrinya Aisyah untuk diamalkan.
Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa
berikut ini,
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ
مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ
وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ
شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
الجَنَّةَ وَمَا قرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَولٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مَنَ
النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ
تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا
ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MINAL KHOIRI KULLIHI
‘AAJILIH WA AAJILIH, MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM. WA A’UDZU BIKA MINASY
SYARRI KULLIHI ‘AAJILIH WA AAJILIH MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM.
ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MIN KHOIRI MAA SA-ALAKA ‘ABDUKA WA NABIYYUK MUHAMMADUN
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM. WA A’UDZU BIKA MIN SYARRI MAA ‘AADZA BIHI
‘ABDUKA WA NABIYYUK. ALLOHUMMA INNI AS-ALUKAL JANNAH WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN
QOULIN AW ‘AMAL. WA ‘AUDZU BIKA MINAN NAARI WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN QOULIN
AW ‘AMAL. WA AS-ALUKA AN TAJ’ALA KULLA QODHOO-IN QODHOITAHU LII KHOIROO.
Artinya:
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu
semua kebaikan yang disegerakan maupun yang ditunda, apa yang aku ketahui
maupun tidak aku ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan, baik
yang disegerakan maupun yang ditunda, yang aku ketahui maupun yang tidak aku
ketahui. Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa yang diminta
oleh hamba dan Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada-Mu dan aku
berlindung kepada-Mu dari apa yang diminta perlindungan oleh hamba dan nabi-Mu.
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya baik
berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan
apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku
memohon kepada-Mu semua takdir yang Engkau tentukan baik untukku. (HR. Ibnu
Majah, no. 3846 dan Ahmad, 6:133. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad
hadits ini sahih).
Moga bisa diamalkan.
Sumber https://rumaysho.com/22063-doa-agar-semua-takdir-kita-baik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar