B, KONDISI MASYARAKAT
INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
Pada materi
ini akan disajikan beberapa uraian tentang pengaruh monopoli dalam perdagangan,
pengaruh kebijakan kerja paksa, pengaruh sistem sewa tanah, pengaruh sistem
tanam paksa, dan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme
PENGARUH MONOMOLI PERDAGANGAN
Kalian perhatikan gambar perkebunan cengkeh di atas! Apakah
masyarakat di sekitar tempat tinggalmu menanam tanaman tersebut? Tanaman di
atas merupakan salah satu produk yang dimonopoli bangsa Barat saat menjajah
Indonesia.
Cengkih
merupakan salah satu hasil utama masyarakat Maluku. Hasil perkebunan tersebut
merupakan tanaman ekspor yang sangat dibutuhkan masyarakat Eropa. Perusahaan
dagang Belanda VOC berusaha menguasai perdagangan tersebut. Rakyat hanya
diperbolehkan menjual hasil perkebunan tersebut kepada VOC. Para pedagang lain
tidak diperbolehkan membeli hasil perkebunan dari rakyat tersebut. VOC telah
melakukan penguasaan perdagangan di Maluku, atau disebut praktik monopoli.
Itulah
praktik monopoli yang dijalankan oleh VOC. mereka membeli hasil perkebunan
rakyat dengan harga yang sangat rendah. Petani tidak bisa bebas menjual kepada
pedagang lain.
Pada
awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat diterima dengan baik oleh rakyat
Indonesia. Hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan
penguasaan atau penjajahan. VOC terus berusaha memperoleh kekuasaan yang lebih
dari sekedar jual beli. Itulah yang memicu kekecewaan, kebencian, dan
perlawanan fisik.
Pada
awalnya, VOC meminta keistimewaan hak-hak dagang. Akan tetapi, dalam
perkembangannya menjadi penguasaan pasar (monopoli). VOC menekan para raja
untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya dengan VOC. Akhirnya, VOC bukan
hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau
pemerintahan.
Kalian
tentu sering mendengar istilah monopoli. Apakah yang disebut monopoli? Monopoli adalah
penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagaimanakah
dampak monopoli? Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena
mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual. Sebagai contoh, pada saat
melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia, VOC membuat perjanjian dengan
kerajaan-kerajaan di Indonesia. Isinya, setiap kerajaan hanya mengizinkan
rakyat menjual hasil bumi kepada VOC. Karena produsen sudah dikuasai VOC, maka
pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun. Sebaliknya, VOC
menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.
VOC
memang dibentuk dengan tujuan untuk menghindari persaingan diantara perusahaan
dagang Belanda dan memperkuat diri agar dapat bersaing dengan perusahaan dagang
dari hegara lain, seperti Portugis dan Inggris. Oleh pemerintah Kerajaan
Belanda, VOC diberi hak-hak istimewa yang dikenal dengan nama hak
Oktroi, seperti:
1. Hak
mencetak uang.
2. Hak
memiliki angkatan perang.
3. Hak memerintah
daerah yang diduduki.
4. Hak
melakukan perjanjian dengan raja-raja.
5. Hak
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
6. Hak
mendirikan benteng.
Dengan
adanya hak oktroi tersebut Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk
menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah
politik adu domba atau dikenal devide et impera. Siapa yang diadu
domba? Adu domba yang dilakukan Belanda dapat terjadi terhadap kerajaan yang
satu dengan kerajaan yang lain, atau antarpejabat kerajaan. Apa tujuan Belanda
melakukan adu domba?
Belanda
berharap akan terjadi permusuhan antarbangsa Indonesia, sehingga terjadi perang
antarkerajaan. Belanda juga terlibat dalam konflik internal yang terjadi di
kerajaan. Pada saat terjadi perang antarkerajaan, Belanda mendukung salah satu
kerajaan yang berperang. Demikian halnya saat terjadi konflik di dalam
kerajaan, Belanda akan mendukung salah satu pihak. Setelah pihak yang didukung
Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.
Seusai
perang, Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau
penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Akibat monopoli, rakyat Indonesia
sangat menderita. Mengapa demikian? Dengan adanya monopoli, rakyat tidak
memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil
bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat
Indonesia dengan harga yang sangat rendah. Padahal apabila rakyat menjual
kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.
Untuk
meluaskan kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara perang (militer).
Beberapa gubernur jenderal, seperti Antonio van Diemon (1635-1645, Johan
Maatsuyeker (1653-1678), Rijklof van Goens (1678-1681), Cornellis Janzoon
Speelman (1681-1684), merupakan tokoh-tokoh peletak dasar politik ekspansi VOC.
VOC
mengalami kebangkrutan pada akhir abad XVIII. Korupsi dan manajemen perusahaan
yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC. Akhirnya, tanggal 13
Desember 1799, VOC dibubarkan. Mulai tanggal 1 Januari 1800, Indonesia menjadi
jajahan Pemerintah Belanda, atau sering disebut masa Pemerintahan Hindia
Belanda. Mulai periode inilah Belanda secara resmi menjalankan pemerintahan
kolonial dalam arti yang sebenarnya.
Berikut ini
kebijakan-kebijakan VOC yang diterapkan di Indonesia.
1.
Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan
benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
2.
Melaksanakan politik devide et impera
(memecah dan menguasai) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di
Indonesia.
3.
Untuk memperkuat kedudukannya, perlu
mengangkat seorang Gubernur Jenderal.
4.
Melaksanakan sepenuhnya hak Oktroi yang
diberikan pemerintah Belanda.
5.
Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di
Banten dan Ambon, dipindah ke Jayakarta (Batavia).
6.
Melaksanakan pelayaran Hongi (Hongi tochten).
7.
Adanya hak ekstirpasi, yaitu hak untuk
membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
8.
Adanya verplichte leverantie
(penyerahan wajib) dan Prianger stelsel (sistem Priangan).
Berikut ini pengaruh
kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia.
1.
Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan
didominasi secara keseluruhan oleh VOC.
2.
Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan
melahirkan kerajaan dan penguasa baru di bawah kendali VOC.
3.
Hak oktroi (istimewa) VOC, membuat masyarakat
Indonesia menjadi miskin, dan menderita.
4.
Rakyat Indonesia mengenal ekonomi uang,
mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian, dan prajurit bersenjata
modern (senjata api, meriam).
5.
Pelayaran Hongi, dapat dikatakan sebagai suatu
perampasan, perampokan, perbudakan, dan pembunuhan.
6.
Hak ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman
matinya suatu harapan atau sumber penghasilan yang bisa berlebih.
Gambar di atas adalah peta jalan Anyer sampai Panarukan. Jalur
tersebut memanjang lebih dari 1.000 kilometer dari Cilegon (Banten), Jakarta,
Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Pati, Surabaya, Probolinggo, hingga
Panarukan (Jawa Timur). Saat ini, jalur tersebut merupakan salah satu jalur
transportasi utama bagi masyarakat di Pulau Jawa. Anyer-Panarukan dibangun 200
tahun yang lalu oleh pemerintah Gubernur Jenderal Daendels yang merupakan
bagian dari Repulik
Bataaf (Prancis). Mengapa jalan tersebut harus dibangun?
Bagaimana pengaruhnya bagi bangsa Indonesia?
Pada awal
tahun 1795, pasukan Prancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke
Inggris. Belanda pun dikuasai Prancis, dan terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806)
yang merupakan bagian Prancis. Kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk
mengatur pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh Prancis. Pemerintahan
yang mewakili Republik Bataaf di Indonesia adalah Herman Williem Daendels
(1808-1811) dan Jan Willem Janssen (1811).
Kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda yang dikendalikan oleh
Prancis sangat kentara pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808 – 1811).
Kebijakan yang diambil Daendels sangat berkaitan dengan tugas utamanya yaitu
untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Dalam upaya
mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan hal-hal berikut.
1.
Membangun ketentaraan,
pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya
serta rumah sakit tentara.
2.
Membuat jalan pos dari Anyer
sampai Panarukan dengan panjang sekitar 1.000 km.
3.
Membangun pelabuhan di Anyer
dan Ujung Kulon untuk kepentingan perang.
4.
Memberlakukan kerja rodi atau
kerja paksa untuk membangun pangkalan tentara.
Berikut ini
kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Daendels terhadap kehidupan rakyat.
1.
Semua pegawai pemerintah
menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan kegiatan perdagangan.
2.
Melarang penyewaan desa,
kecuali untuk memproduksi gula, garam, dan sarang burung.
3.
Melaksanakan contingenten
yaitu pajak dengan penyerahan hasil bumi.
4.
Menetapkan verplichte
leverantie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah dengan harga
yang telah ditetapkan.
5.
Menerapkan sistem kerja paksa
(rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih orangorang pribumi.
6.
Membangun jalan pos dari Anyer
sampai Panarukan sebagai dasar pertimbangan pertahanan.
7.
Membangun pelabuhan-pelabuhan
dan membuat kapal perang berukuran kecil.
8.
Melakukan penjualan tanah
rakyat kepada pihak swasta (asing).
9.
Mewajibkan Prianger stelsel,
yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.
Pengaruh
kebijakan pemerintah kerajaan yang diterapkan oleh Daendels sangat berbekas
dibanding penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens yang lemah. Langkah-langkah
kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan:
1.
kebencian yang mendalam baik
dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,
2.
munculnya tanah-tanah
partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
3.
pertentangan/perlawanan
penguasa maupun rakyat,
4.
kemiskinan dan penderitaan
yang berkepanjangan, serta
5.
pencopotan Daendels.
Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon menganggap bahwa tindakan
Daendels sangat otoriter. Pada tahun 1811 Daendels ia ditarik kembali ke negeri
Belanda dan digantikan oleh Gubernur
Jenderal Janssens. Ternyata Janssens tidak secakap dan
sekuat Daendels dalam melaksanakan tugasnya. Ketika Inggris menyerang Pulau
Jawa, ia menyerah dan harus menandatangani perjanjian di Tuntang pada tanggal
17 September 1811. Perjanjian tersebut dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang, yang
berisi sebagai berikut.
a. Seluruh
militer Belanda yang berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada
Inggris dan menjadi tawanan militer Inggris.
b. Hutang
pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
c. Pulau Jawa
dan Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan
Inggris (EIC).
Perhatikan gambar Kebun Raya Bogor di atas. Kebun Raya Bogor
merupakan salah satu pusat pengetahuan yang menyimpan berbagai jenis tanaman.
Tahukah kalian bahwa kebun raya tersebut sudah dibangun sejak awal abad XIX?
Kebun Raya Bogor merupakan salah satu bukti pengaruh kekuasaan Inggris di
Indonesia. Bagaimana Inggris dapat menguasai Indonesia?
Pada
masa tersebut meletus perang di Eropa antara Prancis dan Belanda. Willem V dari
negeri Belanda berhasil lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke
Inggris. Willem V kemudian mengeluarkan maklumat yang memerintahkan para
pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini
dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak jatuh ke tangan Prancis. Saat Inggris
menguasai Indonesia, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia
Belanda menjadi empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku.
Lord Minto selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh
wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Salah
satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah
atau landrent-system atau landelijk stelsel. Sistem
tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.
1.
Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah
pemilik tanah tersebut.
2.
Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi
tanah.
3.
Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
4.
Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak
kepala.
Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak
kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan
pelaksanaan sistem sewa tanah adalah sebagai berikut.
1.
Sulit menentukan besar kecil pajak bagi
pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama.
2.
Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan
tanah petani.
3.
Keterbatasan jumlah pegawai.
4.
Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
Sistem
sewa tanah diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali
daerah-daerah Batavia dan Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah
menjadi milik swasta dan daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib
tanaman kopi yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah.
Tindakan
yang dilakukan oleh Raffles berikutnya adalah membagi wilayah Jawa menjadi 16
daerah karesidenan. Hal ini mengandung maksud untuk mempermudah pemerintah
melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasai. Setiap karesidenan
dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen.
Di
samping itu Thomas Stamford Raffles juga memberi sumbangan positif bagi
Indonesia yaitu:
1.
membentuk susunan baru dalam pengadilan yang
didasarkan pengadilan Inggris,
2.
menulis buku yang berjudul History of Java,
3.
menemukan bunga Rafflesia-arnoldii, dan
4.
merintis adanya Kebun Raya Bogor.
Perubahan politik yang
terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahan Raffles di Indonesia. Pada tahun 1814,
Napoleon Bonaparte akhirnya menyerah kepada Inggris. Belanda lepas dari kendali
Prancis. Hubungan antara Belanda dan Inggris sebenarnya akur, dan mereka
mengadakan pertemuan di London, Inggris. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan
yang tertuang dalam Convention of London 1814. Isinya Belanda memperoleh kembali
daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris. Status Indonesia dikembalikan
sebagaimana dulu sebelum perang, yaitu di bawah kekuasaan Belanda.
Pengaruh Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda,
pemerintahan dipegang oleh Komisaris Jenderal. Komisaris ini terdiri dari
Komisaris Jenderal Ellout, dan Buyskes yang konservatif, serta Komisaris
Jenderal van der Capellen yang beraliran liberal. Untuk selanjutnya
pemerintahanan di Indonesia dipegang oleh golongan liberal di bawah pimpinan
Komisaris Jenderal van der Capellen (1817 - 1830).
Selama
memerintah, van der Capellen berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutanghutang Belanda yang cukup
besar selama perang. Kebijakan yang diambil adalah dengan meneruskan kebijakan
Raffles yaitu menyewakan tanah-tanah terutama kepada bangsawan Eropa. Oleh
kalangan konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda,
kebijakan ekonomi liberal dianggap gagal.
Kegagalan van
der Capellen menyebabkan jatuhnya kaum liberal, sehingga menyebabkan
pemerintahan didominasi kaum konservatif. Gubernur Jenderal Van den Bosch,
menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di Indonesia.
1.
Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)
Perhatikan gambar tanaman ekspor dari Indonesia di atas. Pada
masa penjajahan abad XIX, tanaman tersebut merupakan komoditas utama ekspor
Indonesia. Karena itu, Belanda berusaha menaikkan ekspor tanaman perkebunan
tersebut. Apalagi ketika awal abad XX Belanda menghadapi perang di Eropa, yang
menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Selain itu Belanda menghadapi
berbagai perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Salah satu cara
Belanda untuk menutup kerugian adalah dengan meningkatkan ekspor. Peningkatan
ekspor merupakan pilihan Belanda untuk mempercepat penambahan pundi-pundi
keuangan negara.
Pada tahun
1830, Johannes van den
Bosch menerapkan sistem
tanam paksa (cultuur
stelsel). Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda
menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro
(1825-1830) dan Perang Belgia (1830-1831).
Ketentuan-ketentuan
kebijakan tanam paksa
1.
Penduduk wajib menyerahkan
seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor.
2.
Tanah yang ditanami tanaman wajib
bebas dari pajak tanah.
3.
Waktu yang digunakan untuk
pengerjaan tanaman wajib tidak melebihi waktu untuk menanam padi.
4.
Apabila harga tanaman wajib
setelah dijual melebihi besarnya pajak tanah, kelebihannya dikembalikan kepada
penduduk.
5.
Kegagalan panen tanaman wajib
bukan kesalahan penduduk, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.
6.
Penduduk dalam pekerjaannya
dipimpin penguasa pribumi, sedangkan pegawai Eropa menjadi pengawas, pemungut,
dan pengangkut.
7.
Penduduk yang tidak memiliki
tanah harus melakukan kerja wajib selama seperlima tahun (66 hari) dan
mendapatkan upah.
Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel jika dilaksanakan dengan
semestinya merupakan aturan yang baik. Namun praktik di lapangan jauh dari
pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan. Dalam
pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah penderitaan
rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau diselewengkan baik oleh
pegawai Belanda maupun pribumi.
Praktik-praktik
penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Menurut ketentuan, tanah yang
digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun
kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki
rakyat.
2.
Kelebihan hasil panen tanaman
wajib tidak pernah dibayarkan.
3.
Waktu untuk kerja wajib
melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
4.
Tanah yang digunakan untuk
tanaman wajib tetap dikenakan pajak.
Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan Tanam Paksa ini
dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat
kelaparan dan penyakit kekurangan gizi. Pada tahun 1848-1850, karena paceklik,
9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati kelaparan. Dari jumlah penduduk yang
semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9.000 orang. Penduduk Demak yang
semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak 120.000 orang. Data ini
belum termasuk data penduduk di daerah lain, yang menunjukkan betapa
mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu saja, tingginya kematian tersebut
bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam Paksa.
Sistem ini membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik
Tanam Paksa. Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga
orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam Paksa dihapuskan. Kecaman dari
berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan dihapusnya sistem Tanam Paksa
pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut
di antaranya E.F.E.
Douwes Dekker (Multatuli) dengan menerbitkan buku yang
berjudul "Max Havelar", Baron van Hoevel dan Fransen van de Putte yang
menerbitkan artikel "Suiker
Contracten" (Perjanjian Gula)
Pada tahun
1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang
prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak
swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk.
Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah
penduduk dapat disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun.
Pada tahun
yang sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi
larangan mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di
Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan
diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk
mendirikan pabrik gula baru. Melalui UU Gula, perusahaan-perusahaan swasta
Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di bidang perkebunan.
2. Politik Pintu
Terbuka
UU Agraria
tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik
pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta.
Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya
memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya.
Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah
sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Sejak UU
Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah
jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi
tanah jajahan. Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk
mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat
penanaman modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari
Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.
Berikut ini beberapa
perkebunan asing yang muncul.
1.
Perkebunan tembakau di Deli,
Sumatra Utara.
2.
Perkebunan tebu di Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
3.
Perkebunan kina di Jawa Barat.
4.
Perkebunan karet di Sumatra
Timur.
5.
Perkebunan kelapa sawit di
Sumatra Utara.
6.
Perkebunan teh di Jawa Barat
dan Sumatra Utara.
Politik pintu
terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat
rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun
tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi
kehidupan rakyat, seperti berikut.
1.
Dibangunnya fasilitas
perhubungan dan irigasi.
2.
Rakyat menderita dan miskin.
3.
Rakyat mengenal sistem upah
dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4.
Timbul pedagang perantara.
Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil
pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5.
Industri atau usaha pribumi
mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan
pabrik-pabrik.
3. Politik Etis
Dampak
politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda mencapai
kemakmuran yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin
dan menderita. Oleh karena itu, Van
Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk
kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena
Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap
telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang
diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer
Berikut ini
Isi Trilogi van Deventer.
1.
Irigasi
(pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi
sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
2.
Edukasi
(pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi
agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
3.
Migrasi
(perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari
daerah yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang
penduduknya agar lebih merata.
Pada dasarnya
kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan
tersebut.
1.
Irigasi, Pengairan
(irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2.
Edukasi, Pemerintah
Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh
rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang
yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I
untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah
kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3.
Migrasi, Migrasi ke
daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang
besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di
Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan
kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak
yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri,
pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale
sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang
melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada
mandor/pengawasnya.
Sumber
: Indonesia Abad ke-20 jilid
I, 1998
Perlawanan
terhadap Imperialisme dan Kolonialisme terbagi menjadi dua bagian yaitu:
Perlawanan yang terjadi sebelum abad ke-18 dan Perlawanan yang terjadi setelah
abad ke-18
1.
Perlawanan sebelum
abad ke-18
Sebelum abad ke-18
No |
Nama |
Tahun |
Kronologi |
1. |
Dipati Unus |
1518 - 1521 |
Solidaritas sesama pedagang
Islam terbangun saat Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh,
Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di
Malaka. Pada tahun 1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di
Malaka. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah.
Namun karena faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang
seimbang serta strategi perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil. |
Panglima Fatahillah |
(1527 – 1570) |
Pada tahun 1527, Fatahillah
mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut
berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22
Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang
berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono
sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta. |
|
3. |
Sultan Baabullah |
(1570 – 1583) |
Peristiwa pembunuhan Sultan
Hairun oleh Portugis dengan cara menipu untuk perjanjian damai, menimbulkan
kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan
Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.
Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng
Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan di dalam
benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal.
Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur. |
4. |
Sultan Iskandar Muda |
(1607 - 1636) |
Penyerangan Aceh terhadap
Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan
Alaudin Riayat Syah dengan bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan
lainnya namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Penyerangan terhadap
Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada
tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang
memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian
berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh. |
5. |
Sultan Agung Hanyokrokusumo |
(1613 – 1645) |
Tanggal 22 Agustus 1628 Sultan
Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram
dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629,
Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul,
Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil
mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti
penjajahan asing khususnya kompeni Belanda. |
6. |
Sultan Ageng Tirtayasa |
(1651 – 1683) |
Banten dipimpin Sultan Ageng
Tirtayasa menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC
memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC
mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga
Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar
Sultan Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Haji menjalin
hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan
Haji dari tahtanya. Untuk mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta
bantuan pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu
Istana Surosowan di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan
karena persenjataan Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap. Tahun 1683
Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta
Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di
bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa. |
7. |
Sultan Hasanuddin |
(1654 – 1669) |
Pada bulan Desember 1666, armada
VOC dengan kekuatan 21 kapal yang dilengkapi meriam, mengangkut 600 tentara
yang dipimpin Cornelis Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut. Arung
Palaka dan orang-orang suku Bugis rival suku Makassar membantu VOC menyerang
melalui daratan. Akhirnya VOC dengan sekutu-sekutu Bugisnya keluar sebagai
pemenang. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada
tanggal 18 November 1667. Sultan Hasanuddin tetap gigih, masih mengobarkan
pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran terjadi pada bulan April 1668
sampai Juni 1669, namun mengalami kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya,
namun semangat juangnya menentang VOC masih dilanjutkan oleh
orang-orang Makassar. |
Bangsa Indonesia sadar, berbagai penyebab kegagalan perjuangan
kemerdekaan pada masa lalu. Salah satu penyebab kegagalan adalah perlawanan
yang bersifat kedaerahan. Kalian ingat lagi beberapa perjuangan bangsa
Indonesia di berbagai daerah. Bagaimana seandainya para tokoh seperti Imam
Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pattimura, Sultan Hassanudin, dan para tokoh
lainnya bersatu mengusir penjajah?
Tentu
Belanda akan mudah ditaklukkan. Pada awal abad XX, corak perjuangan bangsa
Indonesia berubah dari yang bersifat kedaerahan menuju perjuangan yang bersifat
nasional. Bangsa Indonesia telah menemukan identitas kebangsaan sebagai
pengikat perjuangan bersama. Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh
dan menjelma menjadi sarana perjuangan yang sangat kuat.
Pada materi ini kita akan
mempelajari tentang:
1.
Latar Belakang Munculnya Nasionalisme
2.
Organisasi Pergerakan Nasional
3.
Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan
Jepang
4.
Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa
Penjajahan
Untuk
mempelajari uraian materinya silakan tekan tombol di bawah ini
Latar Belakang
Munculnya Nasionalisme
Organisasi
Pergerakan Nasional
Pergerakan
Nasional pada Masa Pendudukan Jepang
Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan
nasional di Indonesia? Dari mana saja faktor-faktor tersebut muncul? Ditinjau
dari asal pengaruhnya, pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian
di dalam negeri Indonesia dan berbagai kejadian di luar negeri.
Berbagai
kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang
melatarbelakangi pergerakan nasional yaitu:
1.
perluasan pendidikan,
2.
kegagalan perjuangan di
berbagai daerah,
3.
rasa senasib sepenanggungan,
4.
perkembangan berbagai organisasi
etnik kedaerahan.
Adapun
berbagai hal dari luar Indonesia (faktor eksternal) yang melatarbelakangi
terjadinya pergerakan nasional, antara lain
1.
munculnya paham-paham baru di
dunia seperti pan-Islamisme, nasionalisme, sosialisme, liberalisme, dan demokrasi.
2.
beberapa peristiwa seperti
kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang 1905
3.
perkembangan berbagai
organisasi pergerakan nasional di berbagai negara
A.
Faktor Internal yang melatar belakangi tumbuhnya semangat kebangsaan
1.
Perluasan
pendidikan
Pemerintah
Hindia Belanda menerapkan kebijakan Politik Etis pada tahun 1901, yaitu dalam
bidang irigasi/pengairan, emigrasi/transmigrasi, dan edukasi/pendidikan. Tiga
kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat yang
semakin terpuruk. Namun, pelaksanaan kebijakan politik Etis tetap lebih
berpihak kepada penjajah. Meskipun begitu, tetap saja ada segi positif yang
didapat bagi Indonesia. Segi
positif yang paling dirasakan bangsa Indonesia adalah
pendidikan. Semakin banyak orang Indonesia berpendidikan modern, yang kemudian
mempelopori gerakan pendidikan, sosial, dan politik. Pengaruh pendidikan inilah
yang melahirkan para tokoh pemimpin pergerakan nasional Indonesia.
Mulai
abad XX, perkembangan pendidikan yang diselenggarakan swasta juga semakin
banyak. Perkembangan pendidikan bukan hanya diselenggarakan oleh pemerintah,
tetapi juga oleh berbagai organisasi sosial dan keagamaan. Misionaris (agama
Katolik) dan Zending (agama Kristen Protestan) mendirikan berbagai sekolah di
pusat-pusat penyebaran agama Kristen. Di beberapa kota berkembang pendidikan
berdasarkan keagamaan, seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama,
dan sebagainya. Sekolah kebangsaan juga tumbuh, seperti Taman Siswa dan
sekolah-sekolah yang didirikan organisasi pergerakan. Pendidikan sangat besar
peranannya dalam menumbuhkembangkan nasionalisme. Pendidikan menyebabkan
terjadinya transformasi ide dan pemikiran yang mendorong semangat pembaharuan
masyarakat.
2.
Kegagalan
perjuangan di berbagai daerah
Bangsa
Indonesia menyadari berbagai penyebab kegagalan perjuangan kemerdekaan pada
masa lalu. Salah satu penyebab kegagalan perjuangan tersebut adalah perlawanan
yang bersifat kedaerahan.
Memasuki abad XX, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah
dari bersifat kedaerahan, menuju perjuangan yang bersifat nasional. Bangsa
Indonesia menemukan identitas kebangsaan sebagai perekat perjuangan bersama.
Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana
perjuangan yang sangat kuat. Corak perjuangan nasional bangsa Indonesia
ditandai dengan momentum penting, yaitu diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
3.
Rasa senasib
sepenanggungan
Perluasan
kekuasaan Barat di Indonesia telah memengaruhi perubahan politik, ekonomi, dan
sosial bangsa Indonesia. Tekanan pemerintah Hindia Belanda pada bangsa
Indonesia telah memunculkan perasaan kebersamaan rakyat Indonesia sebagai
bangsa terjajah. Hal inilah yang mendorong tekad bersama untuk menghimpun
kebersamaan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia.
4.
Perkembangan
berbagai organisasi etnik kedaerahan.
Organisasi
pergerakan nasional tidak muncul begitu saja. Awalnya, organisasi yang berdiri
di Indonesia adalah organisasi etnis, kedaerahan, dan keagamaan. Berbagai
organisasi tersebut sering melakukan pertemuan hingga akhirnya muncul ide untuk
mengikatkan diri dalam organisasi yang bersifat nasional. Beberapa contohnya
antara lain Serikat Pasundan serta Perkumpulan Kaum Betawi yang dipelopori oleh
M Husni Thamrin. Selain organisasi etnis, muncul juga beberapa organisasi kedaerahan,
seperti Trikoro Dharmo (1915), Jong Java (1915), dan Jong Sumatranen Bond
(1917).
Berbagai
organisasi bernapaskan keagamaan pada awal abad XX sangat memengaruhi
perkembangan kebangsaan Indonesia. Beberapa organisasi bernapas keagamaan yang
muncul pada masa awal abad XX antara lain Jong Islamiten Bond, Muda Kristen
Jawi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS (Persatuan Umat Islam), dan
Al-Jamiatul Washiyah. Jong Islamieten Bond (JIB) didirikan tanggal 1 Januari
1925 di Jakarta dengan ketua Raden Sam. Selain sebagai pusat dakwah Islam, JIB
juga mengorganisir kegiatan seni, budaya, sosial, penerbitan. Muda Kristen Jawi
dibentuk tahun 1920, yang kemudian berubah namanya menjadi Perkumpulan Pemuda
Kristen (PPK). Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan tanggal 18 Nopember 1912
di Yogyakarta. Muhammadiyah mempunyai tujuan mengembangkan dakwah Islam,
mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah (Hadits),
membersihkan praktik keagamaan dari syirik dan bid’ah, serta mengembangkan
pendidikan agama dan umum secara modern. Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh
para kiai pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur dengan pimpinan pertama KH
M. Hasyim Asy’ari. NU cepat berkembang terutama di Jawa karena basis pesantren
yang sangat banyak di Jawa.
Kaum
wanita juga aktif berperan dalam berbagai organisasi baik organisasi sosial
maupun politik. Peran serta perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan telah
ada sejak dahulu. Beberapa tokoh pejuang wanita zaman dulu adalah RA Kartini,
Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis. RA Kartini adalah putri Bupati Jepara
Jawa Tengah yang memperjuangkan emansipasi (persamaan derajat) antara laki-laki
dan perempuan. Beliau mendirikan sekolah khusus untuk perempuan. Dewi Sartika
mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Maria Walanda Maramis mendirikan
sekolah di Gorontalo, Sulawesi. Pada tahun 1912, berdirilah Putri Mahardika di
Jakarta. Aktivitasnya dalam pendidikan dan penerbitan pers. Pada tahun 1914,
Rohana Kudus mendirikan Kerajinan Amai Setia di Gadang, Bukittinggi, Sumatra
Barat. Rohana aktif dalam usaha mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan.
Organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1917 membentuk Aisyiah.
Aisyiah merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang pertama, dipimpin Siti
Wardah, istri pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan. Kegiatan Aisyiah terutama
dalam bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, dan budaya.
B. Faktor eksternal
yang melatar belakangi tumbuhnya semangat kebangsaan
1.
Munculnya
paham-paham baru di dunia seperti pan-Islamisme, nasionalisme, sosialisme,
liberalisme, dan demokrasi.
Paham-paham
baru seperti pan-Islamisme, nasoonalisme, liberalisme, sosialisme, dan
demokrasi menjadi salah satu pendorong pergerakan nasional Indonesia.
Pahampaham tersebut mengajarkan bagaimana langkah-langkah memperbaiki kondisi
kehidupan bangsa Indonesia. Berbagai paham tersebut memengaruhi berbagai
organisasi pergerakan nasional Indonesia.
2.
Beberapa
peristiwa seperti kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang 1905
Pada
tahun 1904-1905 terjadi peperangan Jepang melawan Rusia. Rusia adalah bangsa
Eropa, sedangkan Jepang adalah bangsa Asia. Tentara Jepang berhasil mengalahkan
Rusia, dan menjadi inspirasi negara-negara lain bahwa orang Asia bisa
mengalahkan bangsa Barat. Bangsa-bangsa Asia pun semakin yakin mampu melawan
penjajah.
3.
Perkembangan
berbagai organisasi pergerakan nasional di berbagai negara
Pada
abad XX, negara-negara terjajah di Asia dan Afrika menunjukkan perjuangan
pergerakan kebangsaan. Di India, wilayah jajahan Inggris, muncul pergerakan
dengan tokoh-tokohnya Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah. Di Filipina, Jose
Rizal memimpin perlawanan terhadap penjajah Spanyol. Di Tiongkok, muncul dr.
Sun Yat Sen, yang terkenal dengan gerakan pembaharuannya.
Masa pergerakan nasional di Indonesia
ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan. Masa pergerakan
nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
1.
Masa
pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam,
dan Indische Partij.
2.
Masa
radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia
(PNI).
3.
Masa
moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo,
dan Gapi.
Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi
pemuda, dan organisasi perempuan.
1.
Budi Utomo (BU)
dr. Wahidin Sudirohusodo, pencetus berdirinya Budi Utomo.
dr. Sutomo, ketua organisasi Budi Utomo.
Pada awal abad XX, sudah banyak
mahasiswa di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa. Sekolah kedokteran bernama
STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Artsen) terdapat di Batavia
(Jakarta). Para tokoh mahasiswa kedokteran sepakat untuk memperjuangkan nasib
rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat. Pada tanggal 20 Mei 1908,
mereka sepakat mendirikan sebuah organisasi bernama Budi Utomo (BU) dan memilih
dr Sutomo sebagai ketua. Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto
Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan
utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang
hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan
wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anakanak
bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri,
menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi
cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada
tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu
Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia.
Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal
berikut.
1.
Membatasi
jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
2.
Tidak
melibatkan diri dalam politik.
3.
Bidang
kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
4.
Menyusun
pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
5.
Merumuskan
tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.
Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran
yaitu pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan
terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada
pelajaran sekolah saja. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari
kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih
memerhatikan nasib rakyat yang menderita. Adanya dua aliran dalam tubuh Budi
Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili
kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban.
Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai
terjun dalam bidang politik.
Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.
1.
Melancarkan
isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
2.
Menyokong
gagasan wajib militer pribumi.
3.
Mengirimkan
komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
4.
Ikut
duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
5.
Membentuk
Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.
Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang
memiliki kiprah masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Sejalan dengan
kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun
1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra).
Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.
2. Sarekat Islam (SI)
H. Samanhudi, pendiri SDI.
Pada mulanya Sarekat Islam adalah
sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada
tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi
pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan
tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan
SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggota
yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak dan luas
ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI
(Sarekat Islam). Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI
seperti H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam
berkembang pesat karena bermotivasi agama Islam.
Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:
§
perlawanan
terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,
§
isyarat
pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya, dan
§
membuat
front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya
adalah:
§
mengembangkan
jiwa berdagang,
§
memberi
bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,
§
memajukan
pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera,
§
menentang
pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,
§
tidak
bergerak dalam bidang politik, dan
§
menggalang
persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.
Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya
disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap
sebagai anggota organisasi lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI
pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.
1.
SI
Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
2.
SI
Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang.
Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis
berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai
Komunis Indonesia (PKI).
3. Indische Partij (IP)
Tiga Serangkai: Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker, dan Suwardi
Suryaningrat.
IP didirikan pada tanggal 25 Desember
1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk
mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di
Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi
(diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda
campuran (Indo).
Tujuan IP sangat jelas, yakni mengembangkan semangat
nasionalisme bangsa Indonesia. Keanggotaannya pun terbuka bagi semua golongan
tanpa memandang suku, agama, dan ras. Pada tahun 1913, Belanda mempersiapkan
pelaksanaan perayaan 100 tahun pembebasannya dari kekuasaan Prancis. Belanda
meminta rakyat Indonesia untuk turut memperingati hari tersebut. Para tokoh
Indische Partij menentang rencana tersebut. Suwardi Suryaningrat menulis
artikel yang dimuat dalam harian De Expres, dengan judul Als Ik een Nederlander
was (Seandainya Aku Orang Belanda). Suwardi mengecam Belanda, katanya:
Bagaimana mungkin bangsa terjajah (Indonesia) disuruh merayakan kemerdekaan
penjajah. Pemerintah Belanda marah dengan sikap para tokoh Indische Partij.
Akhirnya Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap
dan dibuang ke Belanda.
4. Perhimpunan Indonesia (PI)
Sumber:
http://news.detik.com/berita/1767957/bung-hattasepatu-bally-yang-tak-pernah-terbeli
Mohammad Hatta, salah satu tokohPerhimpunan Indonesia.
Semula bernama Indische Vereeniging,
PI didirikan oleh orang-orang Indonesia di Belanda pada tahun 1908. Pada tahun
1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging dengan
kegiatan utama politik. Pada tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia
(PI). Nama majalahnya Hindia Putra, yang kemudian berubah menjadi Indonesia
Merdeka. Tujuan utama PI adalah mencapai Indonesia merdeka, memperoleh suatu
pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat.
Tokoh-tokoh PI adalah Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo, Abdulmajid
Joyoadiningrat, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, Sartono, Gunawan
Mangunkusumo, dan Nazir Datuk Pamuncak.
Pada tahun 1925, PI secara tegas mengeluarkan manifesto arah
perjuangan, yaitu:
1.
Indonesia
bersatu, menyingkirkan perbedaan, dapat mematahkan kekuasaan penjajah.
2.
Diperlukan
aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia Merdeka.
3.
Melibatkan
seluruh lapisan masyarakat merupakan sarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.
4.
Anasir
yang berkuasa dan esensial dalam tiap-tiap masalah politik.
5.
Penjajahan
telah merusak dan demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa
dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.
Manifesto 1925 sangat menggugah kesadaran bangsa Indonesia,
serta sangat memengaruhi pola pergerakan nasional bangsa Indonesia. Gagasan
manifesto 1925 terealisasi saat Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928.
Kongres Pemuda I dilaksanakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta, dihadiri
berbagai organisasi pemuda. Kongres ini berhasil membentuk jaringan yang lebih
kokoh untuk mempersatukan diri, yang kemudian dilanjutkan dalam Kongres Pemuda
II tahun 1928.
Panitia Kongres Pemuda II dibentuk tanggal 12 Agustus 1928
dengan ketuanya Sugondo Joyopuspito. Susunan panitia mewakili wilayah di
seluruh Indonesia. Beberapa tokoh panitia kongres adalah Sugondo (PPPI), Joko
Marsaid (Jong Java), M Yamin (Jong Sumatranen Bond), Amir Syarifuddin (Jong
Bataks Bond), Senduk (Jong Celebes) J Leimena (Jong Ambon), Johan Muh. Cai
(Jong Islamieten Bond), dan tokoh-tokoh lainnya.
Kongres II diselenggarakan 27-28 Oktober 1928, dihadiri oleh
perwakilan organisasi-organisasi pemuda dari seluruh Indonesia. Dalam kongres
ini, keinginan untuk membentuk negara sendiri semakin kuat. Suasana kebangsaan
benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Akhirnya, tanggal 28 Oktober 1928,
dibacakanlah keputusan hasil Kongres Pemuda II, yang berupa ikrar pemuda yang
terkenal dengan Sumpah Pemuda.
5. Partai Nasional Indonesia (PNI)
sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/01/Presiden_Sukarno.jpg
Bung Karno salah satu tokoh Partai Nasional Indonesia, beliau pernah dipenjara
dan diasingkan oleh Belanda ke Boven Digul dan Sumatra.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung, dipimpin Ir Soekarno. Tujuan PNI
adalah Indonesia merdeka, dengan ideologi nasionalisme. PNI mengadakan kegiatan
konkret baik politik, sosial, maupun ekonomi. Organisasi ini terbuka dan
revolusioner, sehingga PNI cepat meraih anggota yang banyak. Pengaruh Soekarno
sangat meresap dalam lapisan masyarakat. Keikutsertaan Hatta dalam kegiatan politik
Soekarno semakin membuat PNI sangat kuat.
Kegiatan politik PNI dianggap mengancam pemerintah Belanda,
sehingga para tokoh PNI ditangkap dan diadili tahun 1929. Soekarno, Maskoen,
Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata diadili Belanda. Pembelaan Soekarno di
hadapan pengadilan diberi judul “Indonesia Menggugat”. Sukarno dan kawan-kawan
dihukum penjara.
Tahun 1931, PNI dibubarkan. Selanjutnya Sartono membentuk
Partindo. Adapun Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia. Para tokoh partai tersebut kemudian ditangkap
Belanda dan diasingkan ke Boven Digul, Papua
6. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pada masa pergerakan nasional juga
berkembang organisasi yang sangat berpengaruh, yaitu Partai Komunis Indonesia
(PKI). Cikal bakal PKI adalah Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV)
yang didirikan oleh Henk Sneevelt (orang Belanda) pada tahun 1914 di Semarang.
Tokoh-tokoh Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun,
Alimin, dan lain-lain. Partai Komunis Indonesia didirikan tanggal 23 Mei 1920,
diketuai oleh Semaun.
PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah
satu upaya yang ditempuhnya adalah melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat
Islam. Setelah berhasil menyusup dalam tubuh SI, jumlah anggota PKI semakin
besar. PKI berkembang pesat. Organisasi PKI makin kuat ketika pada bulan
Februari 1923 Darsono kembali dari Moskow. Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin
dan Musso, maka peranan politik PKI semakin luas.
Pada tanggal 13 November 1926, Partai Komunis Indonesia
mengadakan pemberontakan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pemberontakan ini sangat sia-sia karena massa sama sekali tidak siap di samping
organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan
hasutan untuk ikut serta dalam pemberontakan.
Dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di
tanah air adalah berupa pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari
pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang gerak. Walaupun PKI
dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih melakukan
kegiatan politiknya. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk
tetap memperjuangkan aksi revolusioner di Indonesia.
Mereka yang terlibat pemberontakan PKI dan ditangkap pemerintah
Belanda, diasingkan ke Tanah Merah, Digul Atas di daerah Papua sekarang. Ada
sekitar 13.000 orang yang ditangkap pemerintah Belanda, 4.500 orang di
antaranya dihukum, 1.300 orang dibuang ke Digul.
Tugas Latar
Belakang Munculnya Nasionalisme
Tugas 5.
Organisasi Pergerakan Nasional
Amatilah gambar kerja paksa pada masa penjajahan Jepang di
Indonesia di atas! Kerja paksa pada masa kependudukan Jepang dikenal dengan
istilah romusha. Romusha merupakan salah satu bukti penderitaan rakyat
Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Kapan Jepang mulai menguasai Indonesia?
Bagaimana Jepang menguasai Indonesia? Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada
masa penjajahan Jepang?
Pada sub materi ini kita akan belajar tentang:
1.
Proses penguasaan Jepang di
Indonesia
2.
Kebijakan Pemerintah Militer
Jepang
3.
Sikap Kaum Pergerakan
A. Proses Penguasaan
Indonesia
Awal mula
tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Jepang merupakan negara industri yang sangat maju dan sangat besar. Jepang
sangat menginginkan bahan baku industri yang tersedia banyak di Indonesia untuk
kepentingan ekonominya. Indonesia juga merupakan daerah pemasaran industri yang
strategis bagi Jepang untuk menghadapi persaingan dengan tentara bangsa-bangsa
Barat. Untuk menyamakan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku
dari ancaman Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru,
Jepang menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa
Asia
sumber : https://www.academia.edu/22957367/PETA_KEDATANGAN_JEPANG_KE_INDONESIA_1941-1942
Perhatikan gambar peta di atas! Peta tersebut menggambarkan
gerakan tentara Jepang ketika masuk ke Indonesia. Terdapat tiga tempat penting
pendaratan Jepang ketika masuk ke Indonesia, yakni Tarakan (Kalimantan),
Palembang (Sumatra), dan Jakarta (Jawa).
Pada tanggal
8 Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di
Pearl Harbour. Setelah memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke
negara-negara Asia dari berbagai pintu. Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan
pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang menduduki kota minyak
Balikpapan pada tanggal 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota
lainya di Kalimantan.
Jepang
berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai
Palembang, Jepang menyerang Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan
Belanda. Batavia (Jakarta) sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil
dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942. Setelah melakukan berbagai
pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal
8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat. Surat perjanjian serah terima
kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima
Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura
(pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itu seluruh Indonesia berada di bawah
kekuasan Jepang.
Kebijakan Pemerintah
Militer Jepang
Secara resmi
Jepang telah menguasai Indonesia sejak 8 Maret 1942 ketika Panglima Tertinggi
Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung. Jepang
berhasil menduduki Hindia-Belanda dengan tujuan untuk menguasai sumber-sumber
alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta
mendukung industrinya. Jawa dijadikan sebagai pusat penyediaan seluruh operasi
militer di Asia Tenggara, dan Sumatera menjadi sumber minyak utama.
Jepang tanpa
banyak menemui perlawanan berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, bangsa
Indonesia menyambut kedatangan bala tentara Jepang dengan perasaan senang dan
gembira karena berpikir Jepang telah membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu
penjajahan kolonial Belanda.
Pada awal
pergerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap baik terhadap bangsa
Indonesia dengan mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Tetapi akhirnya
sikap baik itu berubah setelah sekian waktu Jepang menduduki Indonesia. Apa
yang ditetapkan pemerintah Jepang seolah mendukung kemerdekaan Indonesia.
Padahal sebenarnya Jepang berlaku demikian demi kepentingan pemerintahannya
yang pada saat itu sedang menghadapi perang. Apalagi setelah Jepang mengetahui
harapan yang besar dari Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, mereka mulai
menciptakan propaganda-propaganda untuk menaruh kepercayaan pada hati bangsa
Indonesia. Jepang pun terlihat seolah-olah memihak pada kepentingan bangsa
Indonesia.
Untuk
memengaruhi masyarakat Indonesia, agar mau membantu Jepang maka Jepang
melakukan berbagai cara antara lain sebagai berikut:
1.
Mendera merah putih diizinkan
berkibar yang berdampingan dengan bendera Jepang
2.
Lagu Indonesia Raya diizinkan
untuk dinyanyikan bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
3.
Bahasa Indonesia diizinkan
digunakan sebagai bahasa pengantar.
4.
Mendirikan berbagai
organisasi.
Propoganda
terkenal yang diusung Jepang adalah gerakan tiga A. Propoganda gerakan tiga A
tersebut yaitu:
1.
Jepang pelindung Asia
2.
Jepang pemimpin Asia
3.
Jepang cahaya Asia
Pada awal
gerakan tiga A dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, terlihat bahwa
pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Tetapi gerakan Tiga A
hanya bertahan sementara. Penyebabnya adalah kurangnya simpati masyarakat
Indonesia terhadap gerakan itu. Sebagai gantinya, pemerintah Jepang menawarkan
kerja sama yang menarik, yaitu membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia yang
ditahan Belanda, seperti Ir. Soekarno, Drs. Moch. Hatta, Sutan Syahrir dan
lain-lain.
Pengalaman
dari penjajahan Jepang di Indonesia sangat beragam, tergantung di mana penduduk
itu tinggal dan bagaimana status sosial orang tersebut. Jika tinggal di daerah
yang berkepentingan dalam perang, akan mendapat siksaan, yang wanita akan
dijadikan budak seks, penahanan liar atau sembarangan, memberikan hukuman mati,
hingga kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda
adalah sasaran utama dalam penguasaan Jepang.
Sebagai
negara imperialis baru, Jepang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan industrinya dan pasar bagi barang-barang industrinya. Mereka dapat
memenuhi industri dengan mengolah tanah atau daerah jajahan itu. Demikianlah
jelasnya tujuan kedatangan bala tentara Jepang ke Indonesia. Mereka ingin
menanamkan kekuasaannya, dengan kata lain untuk menjajah Indonesia.
Pada saat
kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah
pemerintahan militer di Indonesia, yakni:
1.
Pemerintahan Angkatan Darat
(Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.
2.
Pemerintahan Angkatan Darat
(Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.
3.
Pemerintahan Angkatan Laut
(Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat
di Makassar.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh Jepang hanyalah janji
manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam dalam menjajah bangsa
Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan
Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh
sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang. Beberapa kebijakan
tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Membentuk Organisasi-Organisasi Sosial
Organisasi-organisasi
sosial yang dibentuk oleh Jepang di antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa
Hokokai, dan Masyumi. Gerakan 3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin,
dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat sekitar. Dalam
perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk
organisasi yang lebih menarik.
Sebagai
ganti Gerakan Tiga A, Jepang mendirikan gerakan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada
tanggal 1 Maret 1943. Gerakan Putera dipimpin tokoh-tokoh nasional yang sering
disebut Empat Serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan
Ki Hajar Dewantara. Gerakan Putera cukup diminati oleh kalangan tokoh
pergerakan Indonesia. Pemerintah Jepang kurang puas dengan kegiatan yang
dilakukan oleh gerakan Putera karena para tokoh gerakan Putera memanfaatkan
organisasi ini untuk melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh perjuangan. Pada
akhirnya, organisasi Putera dibubarkan oleh Jepang.
Pada tahun 1944, dibentuk Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa). Gerakan ini
berdiri di bawah pengawasan para pejabat Jepang. Tujuan pokoknya adalah
menggalang dukungan untuk rela berkorban demi pemerintah Jepang. Islam adalah
agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Jepang merasa harus bisa
menarik hati golongan ini. Maka, pada tahun 1943 Jepang membubarkan Majelis
Islam A’la Indonesia dan menggantikannya dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan
K.H. Mas Mansyur.
2.
Pembentukan Organisasi Semi Militer
Jepang
menyadari pentingnya mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang
menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi
semimiliter, seperti Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah
Air (Peta).
§ Organisasi Barisan Pemuda (Seinendan) dibentuk
pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal bela negara agar siap
mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan itu hanya untuk menarik
minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah untuk membantu menghadapi
tentara Sekutu.
§ Fujinkai merupakan himpunan kaum wanita
di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter.
§ Keibodan merupakan barisan pembantu
polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun.
§ Heiho yang didirikan tahun 1943 merupakan
organisasi prajurit pembantu tentara Jepang. Pada saat itu, Jepang sudah
mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.
§ Peta yang didirikan 3 Oktober 1943
merupakan pasukan bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus
dari Jepang. Kelak, para eks-Peta memiliki peranan besar dalam pertempuran
melawan Jepang dan Belanda.
3.
Pengerahan Romusha
Jepang
melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan mencari bantuan tenaga yang
lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang.
Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk membangun jalan, kubu
pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya. Jumlah Romusha paling
besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke Malaya,
Myanmar, dan Thailand.
Sebagian
besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan
kerja rodi karena takut kepada Jepang. Pada saat mereka bekerja sebagai
romusha, makanan yang mereka dapat tidak terjamin, kesehatan sangat minim,
sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia meninggal akibat
romusha. Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda
Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha.
Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan
anak-anak. Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah pemaksaan
wanita-wanita untuk menjadi Jugun
Ianfu. Jugun
Ianfu adalah wanita yang dipaksa Jepang untuk menjadi
wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan pertempuran. Banyak gadis-gadis
desa diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian
mereka tidak kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir.
4.
Eksploitasi Kekayaan Alam
Jepang
tidak hanya menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan
harta benda yang dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan
yang dilakukan oleh Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus
menunjang semua keperluan perang Jepang. Jepang mengambil alih seluruh aset
ekonomi Belanda dan mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha
perkebunan dan industri harus mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman
jarak untuk minyak pelumas. Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran
kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah
lainnya. Keadaan inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.
Pada
masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi sedemikian rupa sehingga mereka
hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari panen yang dilakukannya. Kondisi ini
mengakibatkan musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak
penduduk yang memakan umbi-umbian liar, yang sebenarnya hanya pantas untuk
makanan ternak.
Sikap
manis Jepang hanya sebentar. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan maklumat
pemerintah yang isinya berupa larangan pembicaraan tentang pengibaran bendera
merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini tentu membuat kecewa
bangsa Indonesia.
Terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia
menyebabkan berbagai perubahan masyarakat Indonesia baik aspek geografis,
ekonomi, budaya, pendidikan, maupun politik. Perubahan apa saja yang terjadi
pada masyarakat Indonesia pada masa kolonial? Mari lacak melalui uraian di
bawah ini!
A. Perubahan pada
Masa Kolonial Barat
1.
Perluasan
Penggunaan Lahan
Sumber: http://www.infosawit.com/news/390/2014--luas-kebun-sawit-nasional-10-2-juta--hektare-
Perkebunan di Sumatra Selatan.
Perhatikan gambar perkebunan di Sumatra tersebut. Mulai kapan
perkebunan tersebut berkembang? Perkebunan di Indonesia telah berkembang
sebelum masa penjajahan. Bangsa Indonesia telah memiliki teknologi turun
temurun untuk mengembangkan berbagai teknologi pertanian. Pada masa penjajahan, terjadi perubahan
besar dalam perkembangan perkebunan di Indonesia. Penambahan jumlah lahan untuk
tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya
pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi
juga perusahaan-perusahaan swasta.
Sumber: Buku Siswa
IPS Kelas 8 Kurikulum 2013 Edisi revisi 2018
Saluran Irigasi BK 10 di Sumatra Selatan peninggalan masa Hindia Belanda.
Pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, banyak perusahaan
asing yang menanamkan investasi di Indonesia. Berhektare-hektare hutan dibuka
untuk pembukaan lahan perkebunan. Apakah kalian menemukan bekas-bekas
perkebunan yang dahulu dikuasai Belanda? Perhatikan gambar saluran irigasi
Bendung Komering 10 (BK 10) di Desa Gumawang, Belitang Madang Raya, Kabupaten
OKU Timur, Sumatra Selatan. Saluran
tersebut dibangun sejak masa Hindia Belanda. Daerah OKU Timur yang awalnya
hutan belantara berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang sangat
subur hingga sekarang. Sepanjang aliran irigasi tersebut menjadi lumbung padi
Sumatra Selatan hingga kini.
2. Persebaran Penduduk dan Urbanisasi
Van Deventer
pernah mengusulkan Politik Etis yang terdiri dari Edukasi, Irigasi, dan
Transmigrasi. Sejarah transmigrasi Indonesia terutama terjadi pada akhir abad
XIX. Tujuan utama transmigrasi pada masa tersebut adalah untuk menyebarkan
tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatra dan Kalimantan. Banyak
orang Jawa yang disuruh transmigrasi ke pulau Sumatera atau Kalimantan.
Pembukaan perkebunan pada masa kolonial Barat di Indonesia telah berhasil
mendorong persebaran penduduk Indonesia.
Munculnya
berbagai pusat industri dan perkembangan berbagai fasilitas di kota menjadi
daya dorong perkembangan kota-kota. Urbanisasi terjadi hampir di berbagai
daerah di Indonesia. Daerah yang awalnya hutan belantara menjadi ramai dan
gemerlap karena ditemukannya area pertambangan.
Sumber:
http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/samerica/srsa.gif
Peta negara Suriname.
Persebaran penduduk Indonesia tidak sebatas dalam lingkungan
nasional, tetapi juga lintas negara. Contohnya negara Suriname di Amerika
Latin, di dalamnya banyak terdapat warga keturunan suku Jawa. Mereka adalah
keturunan Jawa yang hidup turun temurun di Suriname sejak penjajahan Belanda.
Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah Belanda untuk mengirim banyak
tenaga kerja ke Suriname, yang juga merupakan wilayah jajahan Belanda
3. Pengenalan Tanaman Baru
Pengaruh
pemerintah kolonial Barat di satu sisi memiliki pengaruh positif dalam
mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan.
Beberapa tanaman andalan ekspor dikenalkan dan dikembangkan di Indonesia.
Pengenalan tanaman baru sangat bermanfaat dalam pengembangan pertanian dan perkebunan
di Indonesia.
4. Penemuan Tambang-Tambang
Pembukaan
lahan pada masa kolonial Barat juga dilakukan untuk pertambangan minyak bumi,
batu bara, dan logam. Pembukaan lahan untuk pertambangan ini terutama terjadi
pada akhir abad XIX dan awal abad XX. Tambang Batu Bara Ombilin yang
terletak
di Sawahlunto, Sumatera Barat adalah salah satu contoh pertambangan yang
ditemukan pada masa kolonial Barat.
Tambang Batu
Bara Ombilin ditemukan oleh seorang insinyur Belanda bernama Willem Hendrik de
Greve, di Padang Sibusuk, pada tahun 1868, dalam ekspedisi ekplorasi kekayaan
di tanah Minangkabau. Dalam jurnal History
of Coal Mine Ombilin Sawahlunto (1892-1942), ekspedisi dirintis
oleh C De Groot.
Karena Groot
kembali ke Belanda beberapa tahun setelah memulai, dilanjutkan oleh WH de
Greve. Setelah de Greve meninggal tenggelam di Sungai Kuantan saat penelusuran
lanjutan, ekspedisi dilanjutkan oleh Ir Verbeck hingga ke Sawahlunto.
Sumber: https://merahputih.com/post/read/tambang-batu-bara-ombilin-peninggalan-kolonial-yang-baru-diakui-situs-warisan-dunia
Tambang Batu Bara Ombilin.
5. Transportasi dan Komunikasi
Pada zaman
penjajahan Belanda, banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan
telepon. Pembangunan berbagai sarana transportasi dan komunikasi tersebut
mendorong mobilitas barang dan jasa yang sangat cepat. Pada transportasi laut
juga dibangun berbagai dermaga di berbagai daerah di Indonesia.
Jalan raya
Anyer-Panarukan dibangun pada masa pemerintahan Daendels. Di satu sisi,
pembangunan tersebut menimbulkan kesengsaraan rakyat, terutama akibat kerja
paksa. Namun di sisi lain, pembangunan jalur tersebut telah mempermudah jalur
transportasi dan komunikasi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa.
Pembangunan rel kereta api juga dilakukan di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra.
6. Perkembangan Kegiatan Ekonomi
Perubahan
masyarakat dalam kegiatan ekonomi pada masa kolonial terjadi baik dalam
kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Kegiatan produksi dalam pertanian
dan perkebunan semakin maju dengan ditemukannya berbagai teknologi pertanian
yang bervariasi. Rakyat mulai mengenal tanaman yang tidak hanya untuk dipanen
semusim. Pembukaan berbagai perusahaan telah melahirkan berbagai jenis
pekerjaan dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, munculnya kuli-kuli
perkebunan, mandor, dan administrasi di berbagai perusahaan pemerintah ataupun
swasta. Kegiatan ekspor-impor juga mengalami kenaikan signifikan pada masa
penjajahan Barat. Hal ini tidak lepas dari usaha pemerintah kolonial menggenjot
jumlah produksi ekspor.
7. Mengenal Uang
Pada masa
sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat, masyarakat biasanya bekerja secara
bergotong royong. Contohnya, dalam mengerjakan sawah, setiap kelompok penduduk
akan mengerjakan secara bersama-sama dari sawah satu ke sawah lainnya. Pada
masa kekuasaan kolonial Barat, uang mulai dikenalkan sebagai alat pembayaran
jasa tenaga kerja. Keberadaan uang sebagai barang baru dalam kehidupan
masyarakat menjadi daya tarik tersendiri. Masyarakat mulai menyenangi uang
karena dianggap lebih mudah digunakan.
Sumber: http://wakalanusantara.com/images_content/insideDoit.jpg
Uang pada masa VOC.
8. Perubahan dalam Pendidikan
Terdapat dua
pendidikan yang dikembangkan pada masa pemerintahan kolonial Barat. Pertama
adalah pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah, dan yang kedua adalah
pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat.
Pusat-pusat
kekuasaan Belanda di Indonesia di berbagai kota di Indonesia menjadi pusat
pertumbuhan berbagai sekolah di Indonesia. Kalian dapat menemukan
sekolah-sekolah yang telah berdiri sejak zaman penjajahan di kota provinsi
tempat tinggalmu. Pada masa penjajahan Belanda juga telah berkembang perguruan
tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor
(IPB).
Pada masa
pemerintahan kolonial Barat, terjadi diskriminasi pendidikan di Indonesia.
Sekolah dibedakan menjadi dua golongan, yakni sekolah untuk bangsa Eropa dan
sekolah untuk penduduk pribumi. Hal ini mendorong lahirnya berbagai gerakan
pendidikan di Indonesia. Taman Siswa yang berdiri di Yogyakarta merupakan salah
satu pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia. Sekolah-sekolah yang
dipelopori berbagai organisasi pergerakan nasional tumbuh pesat pada awal abad
XX.
Pengaruh
pendidikan modern berdampak pada perluasan lapangan kerja pada masyarakat
Indonesia. Munculnya elite intelektual memunculkan jenis pekerjaan baru,
seperti guru, administrasi, pegawai pemerintah, dan sebagainya.
9. Perubahan dalam Aspek Politik
Kejayaan
kerajaan-kerajaan pada masa sebelum kedatangan bangsa Barat satu per satu
mengalami kemerosotan bahkan keruntuhan. Pada masa kerajaan, rakyat diperintah
oleh raja yang merupakan bangsa Indonesia. Pada pemerintahan kolonial Barat,
rakyat diperintah oleh bangsa asing. Kekuasaan bangsa Indonesia untuk mengatur
bangsanya semakin hilang, digantikan dengan kekuasaan bangsa Barat. Perubahan
inilah yang paling penting untuk diperjuangkan. Tanpa kemerdekaan, bangsa
Indonesia sulit mengatur dirinya sendiri.
Perubahan
dalam sistem politik juga terjadi dengan dikenalnya sistem pemerintahan baru.
Pada masa kerajaan dikenal raja dan bupati, sementara itu pada masa
pemerintahan kolonial Barat dikenal gubernur jenderal, residen, bupati, dan
seterusnya. Para penguasa kerajaan menjadi kehilangan kekuasaannya, digantikan
dengan kekuasaan pemerintahan kolonial Barat.
Terbentuknya
pemerintahan Hindia Belanda di satu sisi menguntungkan bangsa Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda yang terpusat menyebabkan hubungan yang erat antara
rakyat Indonesia dari berbagai daerah. Muncul perasaan senasib dan
sepenanggungan dalam bingkai Hindia Belanda.
Munculnya
berbagai organisasi pergerakan nasional tidak lepas dari ikatan politik Hindia
Belanda. Sebelum masa penjajahan Hindia Belanda, masyarakat Indonesia
terkotak-kotak oleh sistem politik kerajaan. Terdapat puluhan kerajaan di
berbagai daerah di Indonesia. Pada masa pemerintah Hindia Belanda, berbagai
daerah tersebut disatukan dalam satu identitas, yaitu Hindia Belanda.
10. Perubahan dalam Aspek Budaya
Sumber: http://www.museumindonesia.com/museum/96/1/Museum_Benteng_Vredeburg_Yogyakarta_Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
Perhatikan gambar Benteng Vredeburg di Yogyakarta di atas.
Peninggalan tersebut merupakan salah satu bukti pengaruh kolonialisme dalam
bidang budaya. Berbagai perubahan budaya pada masa penjajahan Belanda adalah
dalam seni bangunan, tarian, cara berpakaian, bahasa, dan teknologi.
Seni bangunan
dengan gaya Eropa dapat kalian temukan di berbagai kota di Indonesia. Coba
kalian amati berbagai peninggalan pada masa kolonial Belanda yang terdapat di
lingkungan tempat tinggalmu. Bagaimana perbedaan bangunan-bangunan tersebut
dengan bangunan asli masyarakat Indonesia sebelumnya?
Masa
penjajahan Belanda berpengaruh terhadap teknologi dan seni bangunan di
Indonesia. Teknologi bangunan modern dikenalkan bangsa Barat di berbagai
wilayah di Indonesia. Kalian masih dapat menelusuri sebagian besar peninggalan
bangunan pada masa kolonial. Bahkan, sebagian bangunan tersebut sampai saat ini
masih dimanfaatkan sebagai kantor pemerintah.
Perubahan
kesenian juga terjadi terutama di masyarakat perkotaan yang mulai mengenal
tarian-tarian Barat. Kebiasaan dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para
pejabat Belanda berpengaruh pada perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Kalian
juga masih dapat menelusuri bahasa-bahasa Belanda yang berpengaruh dalam kosa
kata Bahasa Indonesia.
Dalam aspek
budaya juga terjadi perubahan kehidupan beragama masyarakat Indonesia. Pengaruh
kolonial yang lain adalah penyebaran agama Kristen di Indonesia. Agama Kristen
diprediksi sampai di Indonesia sejak zaman kuno melalui jalur pelayaran.
Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topographica Christiana, pada abad
VI sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di Pantai Malabar, dan di
Sri Lanka. Dari Malabar itu, agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada
tahun 650, agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (di Semenanjung
Malaya) dan sekitarnya. Pada abad IX, Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang
yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus-Nias
melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan selanjutnya ke Tiongkok. Jalur inilah disebut-sebut
sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara.
Penyebaran
agama Kristen menjadi lebih intensif lagi seiring dengan datangnya
bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad XVI. Kedatangan bangsa-bangsa Barat
itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran Agama Kristen di Indonesia.
Orang-orang Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik (selanjutnya disebut
Katolik). Orang-orang Belanda membawa Agama Kristen Protestan (selanjutnya
disebut Kristen).
Siapa yang
menyebarkan agama Katolik di Indonesia? Mereka adalah para pastor, seperti
Fransiskus Xaverius dari ordo Serikat Yesus. Pastor ini aktif mengunjungi
desa-desa di sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate,
Halmahera Utara, dan Kepulauan Morotai. Usaha penyebaran agama Katolik ini
kemudian dilanjutkan oleh pastor-pastor yang lain. Selanjutnya, di Nusa
Tenggara Timur, seperti Flores, Solor, Timor, agama Katolik berkembang dengan
baik sampai sekarang.
Agama Kristen
Protestan berkembang di Kepulauan Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon,
yang dipelopori Zending. Penyebaran agama Kristen ini juga semakin intensif
saat Raffles berkuasa di Indonesia. Agama Katolik dan kemudian juga Kristen
Protestan berkembang pesat di Indonesia bagian timur.
Pengaruh lain
dalam bidang budaya adalah pakaian, bahasa, makanan, dan jenis pekerjaan baru.
Pakaian gaya Eropa tidak hanya berpengaruh dalam lingkungan keraton, tetapi
juga masyarakat luas. Kalian dapat menemukan berbagai kosa kata pengaruh
Belanda seperti knalpot, kabinet, kanker, dan sebagainya.
B. Perubahan
Masyarakat pada Masa Penjajahan Jepang
1.
Perubahan dalam
Aspek Geografi
Adanya
eksploitasi kekayaan alam menjadi ciri penting pada masa pendudukan Jepang.
Misi untuk memenangkan Perang Dunia II mendorong Jepang menjadikan Indonesia
sebagai salah satu basisnya menghadapi tentara Sekutu. Jepang banyak
membutuhkan banyak dukungan dalam menghadapi PD II. Lahan perkebunan yang ada
pada masa Hindia Belanda merupakan lahan yang menghasilkan untuk jangka waktu
yang lama. Jepang menggerakkan tanaman rakyat yang mendukung Jepang dalam PD
II. Tanaman jarak dikembangkan sebagai bahan produksi minyak yang dibutuhkan
sebagai mesin perang.
Kesengsaraan
pada masa pendudukan Jepang menyebabkan besarnya angka kematian pada masa
pendudukan Jepang. Migrasi terjadi terutama untuk mendukung perang Jepang
menghadapi Sekutu. Banyak rakyat Indonesia yang ikut dalam romusha ataupun
membantu pasukan Jepang di beberapa negara Asia Tenggara untuk membantu perang
Jepang.
Sebagian
dari mereka tidak kembali atau tidak diketahui nasibnya. Menurut catatan
sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri
seperti ke Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000
orang. Ratusan ribu orang tersebut banyak yang tidak diketahui nasibnya setelah
Perang Dunia II usai.
Sumber: http://manfaat.co.id/manfaat-daun-jarak
Tanaman jarak yang dikembangkan pada masa pendudukan Jepang.
2. Perubahan dalam Aspek Ekonomi
Sistem
ekonomi perang Jepang membawa kemunduran dalam bidang perekonomian di
Indonesia. Putusnya hubungan dengan perdagangan dunia mempersempit kegiatan
perekonomian di Indonesia. Perkebunan tanaman ekspor diganti menjadi lahan
pertanian untuk kebutuhan sehari-hari. Pembatasan ekspor menyebabkan sulitnya
memperoleh bahan pakaian. Maka, rakyat Indonesia pun mengusahakannya sendiri.
Pakaian yang terbuat dari benang goni menjadi tren pada masa pendudukan Jepang.
Wajib setor padi dan tingginya pajak pada masa pendudukan Jepang menyebabkan
terjadinya kemiskinan luar biasa. Angka kematian sangat tinggi. Sebagai contoh,
di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah angka kematian mencapai 50%. Kemiskinan yang
luar biasa berdampak pada penyakit-penyakit sosial lainnya. Gelandangan,
pengemis, kriminalitas, semakin berkembang akibat lemahnya kekuatan ekonomi
rakyat.
3. Perubahan dalam Aspek Pendidikan
Kegiatan
pendidikan dan pengajaran menurun. Sebagai contoh, gedung sekolah dasar menurun
dari 21.500 menjadi 13.500 buah; gedung sekolah lanjutan menurun dari 850
menjadi 20 buah. Kegiatan perguruan tinggi macet. Sementara itu, pengenalan
budaya Jepang dilakukan di berbagai sekolah di Indonesia. Bahasa Indonesia
dapat menjadi bahasa pengantar di berbagai sekolah di Indonesia.
Adapun bahasa
Jepang menjadi bahasa utama di sekolah-sekolah. Tradisi budaya Jepang
dikenalkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat rendah. Para siswa harus
digembleng agar bersemangat Jepang (Nippon
Seishin). Para pelajar juga harus menyanyikan lagu Kimigayo (lagu
kebangsaan Jepang) dan lagu-lagu lain, menghormati bendera Hinomaru, serta
melakukan gerak badan (taiso)
dan seikerei.
4. Perubahan dalam Aspek Politik
Propaganda
Jepang berhasil memengaruhi masyarakat Indonesia. Dengan alasan untuk
membebaskan bangsa Indonesia dan penjajahan Belanda, Jepang mulai mendapat
simpati rakyat. Dengan kebijakan yang kaku dan keras, secara politik organisasi
pergerakan yang pernah ada sulit mengembangkan aktivitasnya. Bahkan, Jepang
melarang dan membubarkan semua organisasi pergerakan politik yang pernah ada di
masa kolonial Belanda. Hanya MIAI yang kemudian diperbolehkan hidup karena
organisasi ini dikenal sangat anti budaya Barat (Belanda). Kempetai selalu
memata-matai gerak-gerik organisasi pergerakan nasional. Akibatnya, muncul
gerakan-gerakan bawah tanah.
Jepang
berusaha mendapatkan simpati dan dukungan rakyat dan tokoh-tokoh Indonesia atas
kekuasaannya di Indonesia. Akibatnya, hal ini menimbulkan beragam tanggapan
dari para tokoh pergerakan nasional. Kelompok pertama adalah kelompok yang
masih mau bekerja sama dengan Jepang, tetapi tetap menggelorakan pergerakan
nasional. Para tokoh ini adalah mereka yang muncul dalam berbagai organisasi
bentukan Jepang. Adapun kelompok kedua adalah mereka yang tidak mau bekerja
sama dengan pemerintah Jepang dan melakukan gerakan bawah tanah.
Pada masa
akhir pendudukan Jepang, terjadi revolusi politik di Indonesia, yakni
kemerdekaan Indonesia. Peristiwa proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
menjadi momen penting perjalanan sejarah Indonesia selanjutnya. Kemerdekaan
telah membawa perubahan masyarakat dalam segala bidang.
5. Perubahan dalam Aspek Budaya
Jepang
berusaha ‘menjepangkan’ Indonesia. Ajaran Shintoisme diajarkan
pada masyarakat Indonesia. Kebiasaan menghormat matahari dan menyanyikan
lagu Kimigayo merupakan
salah satu pengaruh pada masa pendudukan Jepang. Pengaruh budaya ini
menimbulkan perlawanan di berbagai daerah. Kalian dapat mengamati terjadinya
perlawanan masyarakat pada masa pendudukan Jepang. Salah satu penyebab
perlawanan adalah penolakan terhadap kebiasaan menghormat matahari.
Perkembangan
Bahasa Indonesia pada masa pendudukan Jepang mengalami kemajuan. Pada tanggal
20 Oktober 1943, atas desakan dari beberapa tokoh Indonesia, didirikanlah
Komisi (Penyempurnaan) Bahasa Indonesia. Tugas Komisi adalah menentukan
istilah-istilah modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif serta menentukan
kata-kata yang umum bagi bahasa Indonesia.
https://sites.google.com/view/ips8bab4/c-tumbuh-dan-berkembangnya-semangat-kebangsaan/pergerakan-nasional-pada-masa-pendudukan-jepang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar