Rabu, 01 Desember 2021

LENTERA KEHIDUPAN

 Tuhan,

Segala puji bagiMu

yang telah memberi berbagai lentera kehidupan

lewat sahabat tercinta

lewat sabda alam

lewat beragam peristiwa

lewat berbagai kalam

Dengan lenteraMu

kulihat jelas yang batil dan hak

yang baik dan yang rusak

yang perlu dan yang tidak

hingga aku belajar bijak

tegas memilih jejak , walau harus koyak tehenyak

Tuhan, dengan lenteraMU

kuterobos ruang dan waktu

berjuang letih memilah dunia

agar tidak sesat menuju surga


Banjarnegara, 2 Desember 2021



Jumat, 03 September 2021

PESAN UNTUK ANAKKU DI PERJALANAN HIDUP

 

       

Nak,

Hati hati di jalan

Di sana banyak duri, berbagai upeti dan berbagai pancing

Ada omomg-omong, iming-iming dan amang-amang

Pandailah memilah dan memilih laku

Karna ada Allah yang tak bisa ditipu

Jangan sok jumawa, karna semua ada waktunya

Jangan suka mengamputasi, main mutasi

Atau lempar batu sembunyi tangan

Sebab , doa yang tersakiti cepat dijabahi

Di jalan yang mulus, jangan ada akal bulus

Sebab, segala najis akan terendus

Kata Kakek, becik ketitik, ala ketara

Sudah ada contoh, yang ceroboh akan roboh

Tak harus sorak sorai bertalu talu

Ambil hikmah untuk perbaikan jalanmu

Jangan lagi ada warga yang bikin malu

Di jalan Indonesia maju

Begitu pesan KPK ( Kakek, Papa, dan Keluarga)

 

Banjarnegara prihatin, Sabtu , 4 September 2021

 

 

 

 

 

 

Minggu, 18 April 2021

DOA AGAR KELUARGA SAKINAH MAWADAH WAROHMAH DAN HUSNUL KHOTIMAH. TAFSIR SQ.ALBAQOROH 128

LARA BRANTA GEGURITAN MENDUNG ING BANJARNEGARA

 LARA BRANTA

Kukilaku....
baliya ing kandang 1980-an
nadyan sakedeping netra
ana tangis nggegirisi
sing mili dudu tirta ning ludira
merga ati kalara lara
Ana cidra tanpa wates
jan nggrentes
Nadyan dudu tabib dudu biku
ning sliramu ngerti wadiku
rawuha paring donga
kaya kaya aku wis ora kuwawa
tak suwun tega lara aja tega nyawa
Kandhang kang wis winangun, saiki ambyar
aku tata tata tilar
takdir wis gumelar
kabeh wus ambyar
kari siji panyuwunku
esemmu....

PAHALA DAHSYAT PUASA ROMADHON YANG JARANG TERUNGKAP


Rabu, 31 Maret 2021

BAB 4 IPS KELAS 8 PURWOSETIONO https://sites.google.com/view/ips8bab4/b-kondisi-masyarakat-indonesia-pada-masa-penjajahan

 

B, KONDISI MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

Pada materi ini akan disajikan beberapa uraian tentang pengaruh monopoli dalam perdagangan, pengaruh kebijakan kerja paksa, pengaruh sistem sewa tanah, pengaruh sistem tanam paksa, dan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme

PENGARUH MONOMOLI PERDAGANGAN

Kalian perhatikan gambar perkebunan cengkeh di atas! Apakah masyarakat di sekitar tempat tinggalmu menanam tanaman tersebut? Tanaman di atas merupakan salah satu produk yang dimonopoli bangsa Barat saat menjajah Indonesia.

Cengkih merupakan salah satu hasil utama masyarakat Maluku. Hasil perkebunan tersebut merupakan tanaman ekspor yang sangat dibutuhkan masyarakat Eropa. Perusahaan dagang Belanda VOC berusaha menguasai perdagangan tersebut. Rakyat hanya diperbolehkan menjual hasil perkebunan tersebut kepada VOC. Para pedagang lain tidak diperbolehkan membeli hasil perkebunan dari rakyat tersebut. VOC telah melakukan penguasaan perdagangan di Maluku, atau disebut praktik monopoli.

Itulah praktik monopoli yang dijalankan oleh VOC. mereka membeli hasil perkebunan rakyat dengan harga yang sangat rendah. Petani tidak bisa bebas menjual kepada pedagang lain.

Pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan penguasaan atau penjajahan. VOC terus berusaha memperoleh kekuasaan yang lebih dari sekedar jual beli. Itulah yang memicu kekecewaan, kebencian, dan perlawanan fisik.

Pada awalnya, VOC meminta keistimewaan hak-hak dagang. Akan tetapi, dalam perkembangannya menjadi penguasaan pasar (monopoli). VOC menekan para raja untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya dengan VOC. Akhirnya, VOC bukan hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan.

Kalian tentu sering mendengar istilah monopoli. Apakah yang disebut monopoli? Monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagaimanakah dampak monopoli? Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual. Sebagai contoh, pada saat melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia, VOC membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Isinya, setiap kerajaan hanya mengizinkan rakyat menjual hasil bumi kepada VOC. Karena produsen sudah dikuasai VOC, maka pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun. Sebaliknya, VOC menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.

VOC memang dibentuk dengan tujuan untuk menghindari persaingan diantara perusahaan dagang Belanda dan memperkuat diri agar dapat bersaing dengan perusahaan dagang dari hegara lain, seperti Portugis dan Inggris. Oleh pemerintah Kerajaan Belanda, VOC diberi hak-hak istimewa yang dikenal dengan nama hak Oktroi, seperti:

1. Hak mencetak uang.

2. Hak memiliki angkatan perang.

3. Hak memerintah daerah yang diduduki.

4. Hak melakukan perjanjian dengan raja-raja.

5. Hak memonopoli perdagangan rempah-rempah.

6. Hak mendirikan benteng.

Dengan adanya hak oktroi tersebut Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal devide et impera. Siapa yang diadu domba? Adu domba yang dilakukan Belanda dapat terjadi terhadap kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, atau antarpejabat kerajaan. Apa tujuan Belanda melakukan adu domba?

Belanda berharap akan terjadi permusuhan antarbangsa Indonesia, sehingga terjadi perang antarkerajaan. Belanda juga terlibat dalam konflik internal yang terjadi di kerajaan. Pada saat terjadi perang antarkerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Demikian halnya saat terjadi konflik di dalam kerajaan, Belanda akan mendukung salah satu pihak. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.

Seusai perang, Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Akibat monopoli, rakyat Indonesia sangat menderita. Mengapa demikian? Dengan adanya monopoli, rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat Indonesia dengan harga yang sangat rendah. Padahal apabila rakyat menjual kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.

Untuk meluaskan kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara perang (militer). Beberapa gubernur jenderal, seperti Antonio van Diemon (1635-1645, Johan Maatsuyeker (1653-1678), Rijklof van Goens (1678-1681), Cornellis Janzoon Speelman (1681-1684), merupakan tokoh-tokoh peletak dasar politik ekspansi VOC.

VOC mengalami kebangkrutan pada akhir abad XVIII. Korupsi dan manajemen perusahaan yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC. Akhirnya, tanggal 13 Desember 1799, VOC dibubarkan. Mulai tanggal 1 Januari 1800, Indonesia menjadi jajahan Pemerintah Belanda, atau sering disebut masa Pemerintahan Hindia Belanda. Mulai periode inilah Belanda secara resmi menjalankan pemerintahan kolonial dalam arti yang sebenarnya.

 

Berikut ini kebijakan-kebijakan VOC yang diterapkan di Indonesia.

1.        Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.

2.        Melaksanakan politik devide et impera (memecah dan menguasai) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.

3.        Untuk memperkuat kedudukannya, perlu mengangkat seorang Gubernur Jenderal.

4.        Melaksanakan sepenuhnya hak Oktroi yang diberikan pemerintah Belanda.

5.        Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah ke Jayakarta (Batavia).

6.        Melaksanakan pelayaran Hongi (Hongi tochten).

7.        Adanya hak ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.

8.        Adanya verplichte leverantie (penyerahan wajib) dan Prianger stelsel (sistem Priangan).

 

Berikut ini pengaruh kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia.

1.        Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan oleh VOC.

2.        Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa baru di bawah kendali VOC.

3.        Hak oktroi (istimewa) VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin, dan menderita.

4.        Rakyat Indonesia mengenal ekonomi uang, mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian, dan prajurit bersenjata modern (senjata api, meriam).

5.        Pelayaran Hongi, dapat dikatakan sebagai suatu perampasan, perampokan, perbudakan, dan pembunuhan.

6.        Hak ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau sumber penghasilan yang bisa berlebih.

 

 

Gambar di atas adalah peta jalan Anyer sampai Panarukan. Jalur tersebut memanjang lebih dari 1.000 kilometer dari Cilegon (Banten), Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Pati, Surabaya, Probolinggo, hingga Panarukan (Jawa Timur). Saat ini, jalur tersebut merupakan salah satu jalur transportasi utama bagi masyarakat di Pulau Jawa. Anyer-Panarukan dibangun 200 tahun yang lalu oleh pemerintah Gubernur Jenderal Daendels yang merupakan bagian dari Repulik Bataaf (Prancis). Mengapa jalan tersebut harus dibangun? Bagaimana pengaruhnya bagi bangsa Indonesia?

Pada awal tahun 1795, pasukan Prancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda pun dikuasai Prancis, dan terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806) yang merupakan bagian Prancis. Kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh Prancis. Pemerintahan yang mewakili Republik Bataaf di Indonesia adalah Herman Williem Daendels (1808-1811) dan Jan Willem Janssen (1811).

Kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda yang dikendalikan oleh Prancis sangat kentara pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808 – 1811). Kebijakan yang diambil Daendels sangat berkaitan dengan tugas utamanya yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.

Dalam upaya mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan hal-hal berikut.

1.        Membangun ketentaraan, pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya serta rumah sakit tentara.

2.        Membuat jalan pos dari Anyer sampai Panarukan dengan panjang sekitar 1.000 km.

3.        Membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon untuk kepentingan perang.

4.        Memberlakukan kerja rodi atau kerja paksa untuk membangun pangkalan tentara.

Berikut ini kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Daendels terhadap kehidupan rakyat.

1.        Semua pegawai pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan kegiatan perdagangan.

2.        Melarang penyewaan desa, kecuali untuk memproduksi gula, garam, dan sarang burung.

3.        Melaksanakan contingenten yaitu pajak dengan penyerahan hasil bumi.

4.        Menetapkan verplichte leverantie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan.

5.        Menerapkan sistem kerja paksa (rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih orangorang pribumi.

6.        Membangun jalan pos dari Anyer sampai Panarukan sebagai dasar pertimbangan pertahanan.

7.        Membangun pelabuhan-pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil.

8.        Melakukan penjualan tanah rakyat kepada pihak swasta (asing).

9.        Mewajibkan Prianger stelsel, yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.

Pengaruh kebijakan pemerintah kerajaan yang diterapkan oleh Daendels sangat berbekas dibanding penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens yang lemah. Langkah-langkah kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan:

1.        kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,

2.        munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,

3.        pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat,

4.        kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan, serta

5.        pencopotan Daendels.

Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otoriter. Pada tahun 1811 Daendels ia ditarik kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Ternyata Janssens tidak secakap dan sekuat Daendels dalam melaksanakan tugasnya. Ketika Inggris menyerang Pulau Jawa, ia menyerah dan harus menandatangani perjanjian di Tuntang pada tanggal 17 September 1811. Perjanjian tersebut dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang, yang berisi sebagai berikut.

a. Seluruh militer Belanda yang berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi tawanan militer Inggris.

b. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.

c. Pulau Jawa dan Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan Inggris (EIC).

 

Perhatikan gambar Kebun Raya Bogor di atas. Kebun Raya Bogor merupakan salah satu pusat pengetahuan yang menyimpan berbagai jenis tanaman. Tahukah kalian bahwa kebun raya tersebut sudah dibangun sejak awal abad XIX? Kebun Raya Bogor merupakan salah satu bukti pengaruh kekuasaan Inggris di Indonesia. Bagaimana Inggris dapat menguasai Indonesia?

Pada masa tersebut meletus perang di Eropa antara Prancis dan Belanda. Willem V dari negeri Belanda berhasil lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke Inggris. Willem V kemudian mengeluarkan maklumat yang memerintahkan para pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak jatuh ke tangan Prancis. Saat Inggris menguasai Indonesia, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia Belanda menjadi empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku. Lord Minto selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.

Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.

1.        Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.

2.        Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.

3.        Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.

4.        Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah sebagai berikut.

1.        Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama.

2.        Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.

3.        Keterbatasan jumlah pegawai.

4.        Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.

Sistem sewa tanah diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah.

Tindakan yang dilakukan oleh Raffles berikutnya adalah membagi wilayah Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini mengandung maksud untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasai. Setiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen.

Di samping itu Thomas Stamford Raffles juga memberi sumbangan positif bagi Indonesia yaitu:

1.        membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris,

2.        menulis buku yang berjudul History of Java,

3.        menemukan bunga Rafflesia-arnoldii, dan

4.        merintis adanya Kebun Raya Bogor.

Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahan Raffles di Indonesia. Pada tahun 1814, Napoleon Bonaparte akhirnya menyerah kepada Inggris. Belanda lepas dari kendali Prancis. Hubungan antara Belanda dan Inggris sebenarnya akur, dan mereka mengadakan pertemuan di London, Inggris. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan yang tertuang dalam Convention of London 1814. Isinya Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris. Status Indonesia dikembalikan sebagaimana dulu sebelum perang, yaitu di bawah kekuasaan Belanda.

 


Pengaruh Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda

Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan dipegang oleh Komisaris Jenderal. Komisaris ini terdiri dari Komisaris Jenderal Ellout, dan Buyskes yang konservatif, serta Komisaris Jenderal van der Capellen yang beraliran liberal. Untuk selanjutnya pemerintahanan di Indonesia dipegang oleh golongan liberal di bawah pimpinan Komisaris Jenderal van der Capellen (1817 - 1830).

Selama memerintah, van der Capellen berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutanghutang Belanda yang cukup besar selama perang. Kebijakan yang diambil adalah dengan meneruskan kebijakan Raffles yaitu menyewakan tanah-tanah terutama kepada bangsawan Eropa. Oleh kalangan konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda, kebijakan ekonomi liberal dianggap gagal.

Kegagalan van der Capellen menyebabkan jatuhnya kaum liberal, sehingga menyebabkan pemerintahan didominasi kaum konservatif. Gubernur Jenderal Van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di Indonesia.

1.             

 

Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)

https://lh5.googleusercontent.com/P5x53HfHjAFF_lcGgCQRounrhN0kOqGEnoCUfzgIWNjkiQuIYdmhI-g9m9utyxsxvABy7GPGD5dIV-Ng_g2VoUauOzfk-nchz-F0SgBGmNxIpnd2=w1280

Perhatikan gambar tanaman ekspor dari Indonesia di atas. Pada masa penjajahan abad XIX, tanaman tersebut merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Karena itu, Belanda berusaha menaikkan ekspor tanaman perkebunan tersebut. Apalagi ketika awal abad XX Belanda menghadapi perang di Eropa, yang menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Selain itu Belanda menghadapi berbagai perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Salah satu cara Belanda untuk menutup kerugian adalah dengan meningkatkan ekspor. Peningkatan ekspor merupakan pilihan Belanda untuk mempercepat penambahan pundi-pundi keuangan negara.

Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830-1831).

Ketentuan-ketentuan kebijakan tanam paksa

1.        Penduduk wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor.

2.        Tanah yang ditanami tanaman wajib bebas dari pajak tanah.

3.        Waktu yang digunakan untuk pengerjaan tanaman wajib tidak melebihi waktu untuk menanam padi.

4.        Apabila harga tanaman wajib setelah dijual melebihi besarnya pajak tanah, kelebihannya dikembalikan kepada penduduk.

5.        Kegagalan panen tanaman wajib bukan kesalahan penduduk, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.

6.        Penduduk dalam pekerjaannya dipimpin penguasa pribumi, sedangkan pegawai Eropa menjadi pengawas, pemungut, dan pengangkut.

7.        Penduduk yang tidak memiliki tanah harus melakukan kerja wajib selama seperlima tahun (66 hari) dan mendapatkan upah.

Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel jika dilaksanakan dengan semestinya merupakan aturan yang baik. Namun praktik di lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan. Dalam pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau diselewengkan baik oleh pegawai Belanda maupun pribumi.

Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut.

1.        Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.

2.        Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.

3.        Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.

4.        Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.

Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi. Pada tahun 1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati kelaparan. Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9.000 orang. Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak 120.000 orang. Data ini belum termasuk data penduduk di daerah lain, yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu saja, tingginya kematian tersebut bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam Paksa.

Sistem ini membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa. Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam Paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan dihapusnya sistem Tanam Paksa pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli) dengan menerbitkan buku yang berjudul "Max Havelar", Baron van Hoevel dan Fransen van de Putte yang menerbitkan artikel "Suiker Contracten" (Perjanjian Gula)

Pada tahun 1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun.

Pada tahun yang sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru. Melalui UU Gula, perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di bidang perkebunan.

 

2. Politik Pintu Terbuka

UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.

Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat penanaman modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.

Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul.

1.        Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.

2.        Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

3.        Perkebunan kina di Jawa Barat.

4.        Perkebunan karet di Sumatra Timur.

5.        Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.

6.        Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara.

Politik pintu terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti berikut.

1.        Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.

2.        Rakyat menderita dan miskin.

3.        Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.

4.        Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir.

5.        Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.

 

3. Politik Etis

Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan menderita. Oleh karena itu, Van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer

Berikut ini Isi Trilogi van Deventer.

1.        Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.

2.        Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.

3.        Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.

Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut.

1.        Irigasi, Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

2.        Edukasi, Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.

3.        Migrasi, Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.

Sumber : Indonesia Abad ke-20 jilid I, 1998

 

Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme terbagi menjadi dua bagian yaitu: Perlawanan yang terjadi sebelum abad ke-18 dan Perlawanan yang terjadi setelah abad ke-18

1.             

 

Perlawanan sebelum abad ke-18

Sebelum abad ke-18

No

Nama

Tahun

Kronologi

1.

Dipati Unus

1518 - 1521

Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun 1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta strategi perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.

2.

Panglima Fatahillah

(1527 – 1570)

Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta.

3.

Sultan Baabullah

(1570 – 1583)

Peristiwa pembunuhan Sultan Hairun oleh Portugis dengan cara menipu untuk perjanjian damai, menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis. Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan di dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.

4.

Sultan Iskandar Muda

(1607 - 1636)

Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah dengan bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.

5.

Sultan Agung Hanyokrokusumo

(1613 – 1645)

Tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.

6.

Sultan Ageng Tirtayasa

(1651 – 1683)

Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan

konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari tahtanya. Untuk mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta bantuan pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan karena persenjataan Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap. Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa.

7.

Sultan Hasanuddin

(1654 – 1669)

Pada bulan Desember 1666, armada VOC dengan kekuatan 21 kapal yang dilengkapi meriam, mengangkut 600 tentara yang dipimpin Cornelis Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut. Arung Palaka dan orang-orang suku Bugis rival suku Makassar membantu VOC menyerang melalui daratan. Akhirnya VOC dengan sekutu-sekutu Bugisnya keluar sebagai pemenang. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Sultan Hasanuddin tetap gigih, masih mengobarkan pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran terjadi pada bulan April 1668 sampai Juni 1669, namun mengalami kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya, namun semangat juangnya menentang VOC

masih dilanjutkan oleh orang-orang Makassar.

 

 

 

Bangsa Indonesia sadar, berbagai penyebab kegagalan perjuangan kemerdekaan pada masa lalu. Salah satu penyebab kegagalan adalah perlawanan yang bersifat kedaerahan. Kalian ingat lagi beberapa perjuangan bangsa Indonesia di berbagai daerah. Bagaimana seandainya para tokoh seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pattimura, Sultan Hassanudin, dan para tokoh lainnya bersatu mengusir penjajah?

Tentu Belanda akan mudah ditaklukkan. Pada awal abad XX, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari yang bersifat kedaerahan menuju perjuangan yang bersifat nasional. Bangsa Indonesia telah menemukan identitas kebangsaan sebagai pengikat perjuangan bersama. Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan yang sangat kuat.

Pada materi ini kita akan mempelajari tentang:

1.        Latar Belakang Munculnya Nasionalisme

2.        Organisasi Pergerakan Nasional

3.        Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang

4.        Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

Untuk mempelajari uraian materinya silakan tekan tombol di bawah ini

Latar Belakang Munculnya Nasionalisme

 

Organisasi Pergerakan Nasional

 

Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang

 

Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan nasional di Indonesia? Dari mana saja faktor-faktor tersebut muncul? Ditinjau dari asal pengaruhnya, pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian di dalam negeri Indonesia dan berbagai kejadian di luar negeri.

Berbagai kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang melatarbelakangi pergerakan nasional yaitu:

1.        perluasan pendidikan,

2.        kegagalan perjuangan di berbagai daerah,

3.        rasa senasib sepenanggungan,

4.        perkembangan berbagai organisasi etnik kedaerahan.

Adapun berbagai hal dari luar Indonesia (faktor eksternal) yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan nasional, antara lain

1.        munculnya paham-paham baru di dunia seperti pan-Islamisme, nasionalisme, sosialisme, liberalisme, dan demokrasi.

2.        beberapa peristiwa seperti kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang 1905

3.        perkembangan berbagai organisasi pergerakan nasional di berbagai negara

 

A. Faktor Internal yang melatar belakangi tumbuhnya semangat kebangsaan

1.        Perluasan pendidikan

Pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan Politik Etis pada tahun 1901, yaitu dalam bidang irigasi/pengairan, emigrasi/transmigrasi, dan edukasi/pendidikan. Tiga kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat yang semakin terpuruk. Namun, pelaksanaan kebijakan politik Etis tetap lebih berpihak kepada penjajah. Meskipun begitu, tetap saja ada segi positif yang didapat bagi Indonesia. Segi positif yang paling dirasakan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Semakin banyak orang Indonesia berpendidikan modern, yang kemudian mempelopori gerakan pendidikan, sosial, dan politik. Pengaruh pendidikan inilah yang melahirkan para tokoh pemimpin pergerakan nasional Indonesia.

Mulai abad XX, perkembangan pendidikan yang diselenggarakan swasta juga semakin banyak. Perkembangan pendidikan bukan hanya diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh berbagai organisasi sosial dan keagamaan. Misionaris (agama Katolik) dan Zending (agama Kristen Protestan) mendirikan berbagai sekolah di pusat-pusat penyebaran agama Kristen. Di beberapa kota berkembang pendidikan berdasarkan keagamaan, seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya. Sekolah kebangsaan juga tumbuh, seperti Taman Siswa dan sekolah-sekolah yang didirikan organisasi pergerakan. Pendidikan sangat besar peranannya dalam menumbuhkembangkan nasionalisme. Pendidikan menyebabkan terjadinya transformasi ide dan pemikiran yang mendorong semangat pembaharuan masyarakat.

2.        Kegagalan perjuangan di berbagai daerah

Bangsa Indonesia menyadari berbagai penyebab kegagalan perjuangan kemerdekaan pada masa lalu. Salah satu penyebab kegagalan perjuangan tersebut adalah perlawanan yang bersifat kedaerahan. Memasuki abad XX, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari bersifat kedaerahan, menuju perjuangan yang bersifat nasional. Bangsa Indonesia menemukan identitas kebangsaan sebagai perekat perjuangan bersama. Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan yang sangat kuat. Corak perjuangan nasional bangsa Indonesia ditandai dengan momentum penting, yaitu diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

3.        Rasa senasib sepenanggungan

Perluasan kekuasaan Barat di Indonesia telah memengaruhi perubahan politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia. Tekanan pemerintah Hindia Belanda pada bangsa Indonesia telah memunculkan perasaan kebersamaan rakyat Indonesia sebagai bangsa terjajah. Hal inilah yang mendorong tekad bersama untuk menghimpun kebersamaan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia.

4.        Perkembangan berbagai organisasi etnik kedaerahan.

Organisasi pergerakan nasional tidak muncul begitu saja. Awalnya, organisasi yang berdiri di Indonesia adalah organisasi etnis, kedaerahan, dan keagamaan. Berbagai organisasi tersebut sering melakukan pertemuan hingga akhirnya muncul ide untuk mengikatkan diri dalam organisasi yang bersifat nasional. Beberapa contohnya antara lain Serikat Pasundan serta Perkumpulan Kaum Betawi yang dipelopori oleh M Husni Thamrin. Selain organisasi etnis, muncul juga beberapa organisasi kedaerahan, seperti Trikoro Dharmo (1915), Jong Java (1915), dan Jong Sumatranen Bond (1917).

Berbagai organisasi bernapaskan keagamaan pada awal abad XX sangat memengaruhi perkembangan kebangsaan Indonesia. Beberapa organisasi bernapas keagamaan yang muncul pada masa awal abad XX antara lain Jong Islamiten Bond, Muda Kristen Jawi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS (Persatuan Umat Islam), dan Al-Jamiatul Washiyah. Jong Islamieten Bond (JIB) didirikan tanggal 1 Januari 1925 di Jakarta dengan ketua Raden Sam. Selain sebagai pusat dakwah Islam, JIB juga mengorganisir kegiatan seni, budaya, sosial, penerbitan. Muda Kristen Jawi dibentuk tahun 1920, yang kemudian berubah namanya menjadi Perkumpulan Pemuda Kristen (PPK). Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah mempunyai tujuan mengembangkan dakwah Islam, mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah (Hadits), membersihkan praktik keagamaan dari syirik dan bid’ah, serta mengembangkan pendidikan agama dan umum secara modern. Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh para kiai pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur dengan pimpinan pertama KH M. Hasyim Asy’ari. NU cepat berkembang terutama di Jawa karena basis pesantren yang sangat banyak di Jawa.

Kaum wanita juga aktif berperan dalam berbagai organisasi baik organisasi sosial maupun politik. Peran serta perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan telah ada sejak dahulu. Beberapa tokoh pejuang wanita zaman dulu adalah RA Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis. RA Kartini adalah putri Bupati Jepara Jawa Tengah yang memperjuangkan emansipasi (persamaan derajat) antara laki-laki dan perempuan. Beliau mendirikan sekolah khusus untuk perempuan. Dewi Sartika mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Maria Walanda Maramis mendirikan sekolah di Gorontalo, Sulawesi. Pada tahun 1912, berdirilah Putri Mahardika di Jakarta. Aktivitasnya dalam pendidikan dan penerbitan pers. Pada tahun 1914, Rohana Kudus mendirikan Kerajinan Amai Setia di Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat. Rohana aktif dalam usaha mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan. Organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1917 membentuk Aisyiah. Aisyiah merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang pertama, dipimpin Siti Wardah, istri pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan. Kegiatan Aisyiah terutama dalam bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, dan budaya.

 

B. Faktor eksternal yang melatar belakangi tumbuhnya semangat kebangsaan

1.        Munculnya paham-paham baru di dunia seperti pan-Islamisme, nasionalisme, sosialisme, liberalisme, dan demokrasi.

Paham-paham baru seperti pan-Islamisme, nasoonalisme, liberalisme, sosialisme, dan demokrasi menjadi salah satu pendorong pergerakan nasional Indonesia. Pahampaham tersebut mengajarkan bagaimana langkah-langkah memperbaiki kondisi kehidupan bangsa Indonesia. Berbagai paham tersebut memengaruhi berbagai organisasi pergerakan nasional Indonesia.

2.        Beberapa peristiwa seperti kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang 1905

Pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan Jepang melawan Rusia. Rusia adalah bangsa Eropa, sedangkan Jepang adalah bangsa Asia. Tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia, dan menjadi inspirasi negara-negara lain bahwa orang Asia bisa mengalahkan bangsa Barat. Bangsa-bangsa Asia pun semakin yakin mampu melawan penjajah.

3.        Perkembangan berbagai organisasi pergerakan nasional di berbagai negara

Pada abad XX, negara-negara terjajah di Asia dan Afrika menunjukkan perjuangan pergerakan kebangsaan. Di India, wilayah jajahan Inggris, muncul pergerakan dengan tokoh-tokohnya Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah. Di Filipina, Jose Rizal memimpin perlawanan terhadap penjajah Spanyol. Di Tiongkok, muncul dr. Sun Yat Sen, yang terkenal dengan gerakan pembaharuannya.

 

Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan. Masa pergerakan nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.

1.        Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.

2.        Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

3.        Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi.

Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

1.             

 

Budi Utomo (BU)

dr. Wahidin Sudirohusodo, pencetus berdirinya Budi Utomo.

dr. Sutomo, ketua organisasi Budi Utomo.

Pada awal abad XX, sudah banyak mahasiswa di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa. Sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Artsen) terdapat di Batavia (Jakarta). Para tokoh mahasiswa kedokteran sepakat untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat. Pada tanggal 20 Mei 1908, mereka sepakat mendirikan sebuah organisasi bernama Budi Utomo (BU) dan memilih dr Sutomo sebagai ketua. Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo.

Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anakanak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia.

Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.

1.        Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.

2.        Tidak melibatkan diri dalam politik.

3.        Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.

4.        Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.

5.        Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.

Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran yaitu pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita. Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban.

Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik.

Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.

1.        Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.

2.        Menyokong gagasan wajib militer pribumi.

3.        Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.

4.        Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).

5.        Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang memiliki kiprah masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.

 

2. Sarekat Islam (SI)

https://lh3.googleusercontent.com/vteiEBZyp1jqeozvJ8pRvBLj7x8BHyf8bXkSsUPlQhmgaOp7913AK0wB-ugrkrElhAbPVwrmCvSP7nE57jH11CqzObbly8NqQNNcJ_28FzupKxKT=w1280

H. Samanhudi, pendiri SDI.

Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam). Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena bermotivasi agama Islam.

Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:

§   perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,

§   isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya, dan

§   membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:

§   mengembangkan jiwa berdagang,

§   memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,

§   memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera,

§   menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,

§   tidak bergerak dalam bidang politik, dan

§   menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.

Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.

1.        SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.

2.        SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).

 

3. Indische Partij (IP)

Tiga Serangkai: Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker, dan Suwardi Suryaningrat.

IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indo).

Tujuan IP sangat jelas, yakni mengembangkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Keanggotaannya pun terbuka bagi semua golongan tanpa memandang suku, agama, dan ras. Pada tahun 1913, Belanda mempersiapkan pelaksanaan perayaan 100 tahun pembebasannya dari kekuasaan Prancis. Belanda meminta rakyat Indonesia untuk turut memperingati hari tersebut. Para tokoh Indische Partij menentang rencana tersebut. Suwardi Suryaningrat menulis artikel yang dimuat dalam harian De Expres, dengan judul Als Ik een Nederlander was (Seandainya Aku Orang Belanda). Suwardi mengecam Belanda, katanya: Bagaimana mungkin bangsa terjajah (Indonesia) disuruh merayakan kemerdekaan penjajah. Pemerintah Belanda marah dengan sikap para tokoh Indische Partij. Akhirnya Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan dibuang ke Belanda.

 

4. Perhimpunan Indonesia (PI)

Sumber: http://news.detik.com/berita/1767957/bung-hattasepatu-bally-yang-tak-pernah-terbeli
Mohammad Hatta, salah satu tokohPerhimpunan Indonesia.

Semula bernama Indische Vereeniging, PI didirikan oleh orang-orang Indonesia di Belanda pada tahun 1908. Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging dengan kegiatan utama politik. Pada tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Nama majalahnya Hindia Putra, yang kemudian berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tujuan utama PI adalah mencapai Indonesia merdeka, memperoleh suatu pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat. Tokoh-tokoh PI adalah Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo, Abdulmajid Joyoadiningrat, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, Sartono, Gunawan Mangunkusumo, dan Nazir Datuk Pamuncak.

Pada tahun 1925, PI secara tegas mengeluarkan manifesto arah perjuangan, yaitu:

1.        Indonesia bersatu, menyingkirkan perbedaan, dapat mematahkan kekuasaan penjajah.

2.        Diperlukan aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia Merdeka.

3.        Melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan sarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.

4.        Anasir yang berkuasa dan esensial dalam tiap-tiap masalah politik.

5.        Penjajahan telah merusak dan demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.

Manifesto 1925 sangat menggugah kesadaran bangsa Indonesia, serta sangat memengaruhi pola pergerakan nasional bangsa Indonesia. Gagasan manifesto 1925 terealisasi saat Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Kongres Pemuda I dilaksanakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta, dihadiri berbagai organisasi pemuda. Kongres ini berhasil membentuk jaringan yang lebih kokoh untuk mempersatukan diri, yang kemudian dilanjutkan dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

Panitia Kongres Pemuda II dibentuk tanggal 12 Agustus 1928 dengan ketuanya Sugondo Joyopuspito. Susunan panitia mewakili wilayah di seluruh Indonesia. Beberapa tokoh panitia kongres adalah Sugondo (PPPI), Joko Marsaid (Jong Java), M Yamin (Jong Sumatranen Bond), Amir Syarifuddin (Jong Bataks Bond), Senduk (Jong Celebes) J Leimena (Jong Ambon), Johan Muh. Cai (Jong Islamieten Bond), dan tokoh-tokoh lainnya.

Kongres II diselenggarakan 27-28 Oktober 1928, dihadiri oleh perwakilan organisasi-organisasi pemuda dari seluruh Indonesia. Dalam kongres ini, keinginan untuk membentuk negara sendiri semakin kuat. Suasana kebangsaan benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Akhirnya, tanggal 28 Oktober 1928, dibacakanlah keputusan hasil Kongres Pemuda II, yang berupa ikrar pemuda yang terkenal dengan Sumpah Pemuda.

https://lh3.googleusercontent.com/MsUFKKY7VF34-SOKFzv3TqNpSZSDHbXtanzfTyEmMmCaHkprv1_VPQsXi3zfz-VkeVlse6B0VeNRCk9E3EMlta6QTlc2UA3tU4aqGDCAkYBgCGCA=w1280

 

5. Partai Nasional Indonesia (PNI)

sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/01/Presiden_Sukarno.jpg
Bung Karno salah satu tokoh Partai Nasional Indonesia, beliau pernah dipenjara dan diasingkan oleh Belanda ke Boven Digul dan Sumatra.

Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung, dipimpin Ir Soekarno. Tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan ideologi nasionalisme. PNI mengadakan kegiatan konkret baik politik, sosial, maupun ekonomi. Organisasi ini terbuka dan revolusioner, sehingga PNI cepat meraih anggota yang banyak. Pengaruh Soekarno sangat meresap dalam lapisan masyarakat. Keikutsertaan Hatta dalam kegiatan politik Soekarno semakin membuat PNI sangat kuat.

Kegiatan politik PNI dianggap mengancam pemerintah Belanda, sehingga para tokoh PNI ditangkap dan diadili tahun 1929. Soekarno, Maskoen, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata diadili Belanda. Pembelaan Soekarno di hadapan pengadilan diberi judul “Indonesia Menggugat”. Sukarno dan kawan-kawan dihukum penjara.

Tahun 1931, PNI dibubarkan. Selanjutnya Sartono membentuk Partindo. Adapun Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia. Para tokoh partai tersebut kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan ke Boven Digul, Papua

 

6. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Pada masa pergerakan nasional juga berkembang organisasi yang sangat berpengaruh, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Cikal bakal PKI adalah Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan oleh Henk Sneevelt (orang Belanda) pada tahun 1914 di Semarang. Tokoh-tokoh Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun, Alimin, dan lain-lain. Partai Komunis Indonesia didirikan tanggal 23 Mei 1920, diketuai oleh Semaun.

PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuhnya adalah melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat Islam. Setelah berhasil menyusup dalam tubuh SI, jumlah anggota PKI semakin besar. PKI berkembang pesat. Organisasi PKI makin kuat ketika pada bulan Februari 1923 Darsono kembali dari Moskow. Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin dan Musso, maka peranan politik PKI semakin luas.

Pada tanggal 13 November 1926, Partai Komunis Indonesia mengadakan pemberontakan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan ini sangat sia-sia karena massa sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta dalam pemberontakan.

Dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di tanah air adalah berupa pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang gerak. Walaupun PKI dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih melakukan kegiatan politiknya. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk tetap memperjuangkan aksi revolusioner di Indonesia.

Mereka yang terlibat pemberontakan PKI dan ditangkap pemerintah Belanda, diasingkan ke Tanah Merah, Digul Atas di daerah Papua sekarang. Ada sekitar 13.000 orang yang ditangkap pemerintah Belanda, 4.500 orang di antaranya dihukum, 1.300 orang dibuang ke Digul.

Tugas Latar Belakang Munculnya Nasionalisme

 

Tugas 5. Organisasi Pergerakan Nasional

 

Amatilah gambar kerja paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia di atas! Kerja paksa pada masa kependudukan Jepang dikenal dengan istilah romusha. Romusha merupakan salah satu bukti penderitaan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Kapan Jepang mulai menguasai Indonesia? Bagaimana Jepang menguasai Indonesia? Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang?

Pada sub materi ini kita akan belajar tentang:

1.        Proses penguasaan Jepang di Indonesia

2.        Kebijakan Pemerintah Militer Jepang

3.        Sikap Kaum Pergerakan

 

A. Proses Penguasaan Indonesia

Awal mula tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik. Jepang merupakan negara industri yang sangat maju dan sangat besar. Jepang sangat menginginkan bahan baku industri yang tersedia banyak di Indonesia untuk kepentingan ekonominya. Indonesia juga merupakan daerah pemasaran industri yang strategis bagi Jepang untuk menghadapi persaingan dengan tentara bangsa-bangsa Barat. Untuk menyamakan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku dari ancaman Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru, Jepang menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa Asia

https://lh3.googleusercontent.com/-KETLD2_l7VPVMZLwbNkhq3fYWi5maLPms3Z8CknsqtA5HDa1dniNKR0FRjfkAWLEVwYUdyp-Wq2fmWuyyIFXwW-06I1elFvRU_rAKDPXLh85uYb=w1280

sumber : https://www.academia.edu/22957367/PETA_KEDATANGAN_JEPANG_KE_INDONESIA_1941-1942

Perhatikan gambar peta di atas! Peta tersebut menggambarkan gerakan tentara Jepang ketika masuk ke Indonesia. Terdapat tiga tempat penting pendaratan Jepang ketika masuk ke Indonesia, yakni Tarakan (Kalimantan), Palembang (Sumatra), dan Jakarta (Jawa).

Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Setelah memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai pintu. Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang menduduki kota minyak Balikpapan pada tanggal 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota lainya di Kalimantan.

Jepang berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai Palembang, Jepang menyerang Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan Belanda. Batavia (Jakarta) sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942. Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat. Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itu seluruh Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang.

 

Kebijakan Pemerintah Militer Jepang

Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak 8 Maret 1942 ketika Panglima Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung. Jepang berhasil menduduki Hindia-Belanda dengan tujuan untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dijadikan sebagai pusat penyediaan seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera menjadi sumber minyak utama.

Jepang tanpa banyak menemui perlawanan berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia menyambut kedatangan bala tentara Jepang dengan perasaan senang dan gembira karena berpikir Jepang telah membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan kolonial Belanda.

Pada awal pergerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap baik terhadap bangsa Indonesia dengan mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Tetapi akhirnya sikap baik itu berubah setelah sekian waktu Jepang menduduki Indonesia. Apa yang ditetapkan pemerintah Jepang seolah mendukung kemerdekaan Indonesia. Padahal sebenarnya Jepang berlaku demikian demi kepentingan pemerintahannya yang pada saat itu sedang menghadapi perang. Apalagi setelah Jepang mengetahui harapan yang besar dari Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, mereka mulai menciptakan propaganda-propaganda untuk menaruh kepercayaan pada hati bangsa Indonesia. Jepang pun terlihat seolah-olah memihak pada kepentingan bangsa Indonesia.

Untuk memengaruhi masyarakat Indonesia, agar mau membantu Jepang maka Jepang melakukan berbagai cara antara lain sebagai berikut:

1.        Mendera merah putih diizinkan berkibar yang berdampingan dengan bendera Jepang

2.        Lagu Indonesia Raya diizinkan untuk dinyanyikan bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.

3.        Bahasa Indonesia diizinkan digunakan sebagai bahasa pengantar.

4.        Mendirikan berbagai organisasi.

Propoganda terkenal yang diusung Jepang adalah gerakan tiga A. Propoganda gerakan tiga A tersebut yaitu:

1.        Jepang pelindung Asia

2.        Jepang pemimpin Asia

3.        Jepang cahaya Asia

Pada awal gerakan tiga A dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, terlihat bahwa pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Tetapi gerakan Tiga A hanya bertahan sementara. Penyebabnya adalah kurangnya simpati masyarakat Indonesia terhadap gerakan itu. Sebagai gantinya, pemerintah Jepang menawarkan kerja sama yang menarik, yaitu membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan Belanda, seperti Ir. Soekarno, Drs. Moch. Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.

Pengalaman dari penjajahan Jepang di Indonesia sangat beragam, tergantung di mana penduduk itu tinggal dan bagaimana status sosial orang tersebut. Jika tinggal di daerah yang berkepentingan dalam perang, akan mendapat siksaan, yang wanita akan dijadikan budak seks, penahanan liar atau sembarangan, memberikan hukuman mati, hingga kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda adalah sasaran utama dalam penguasaan Jepang.

Sebagai negara imperialis baru, Jepang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan pasar bagi barang-barang industrinya. Mereka dapat memenuhi industri dengan mengolah tanah atau daerah jajahan itu. Demikianlah jelasnya tujuan kedatangan bala tentara Jepang ke Indonesia. Mereka ingin menanamkan kekuasaannya, dengan kata lain untuk menjajah Indonesia.

Pada saat kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah pemerintahan militer di Indonesia, yakni:

1.        Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.

2.        Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.

3.        Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat di Makassar.

Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh Jepang hanyalah janji manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam dalam menjajah bangsa Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang. Beberapa kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut.

1.             

 

Membentuk Organisasi-Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan 3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin, dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.

Sebagai ganti Gerakan Tiga A, Jepang mendirikan gerakan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada tanggal 1 Maret 1943. Gerakan Putera dipimpin tokoh-tokoh nasional yang sering disebut Empat Serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Gerakan Putera cukup diminati oleh kalangan tokoh pergerakan Indonesia. Pemerintah Jepang kurang puas dengan kegiatan yang dilakukan oleh gerakan Putera karena para tokoh gerakan Putera memanfaatkan organisasi ini untuk melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh perjuangan. Pada akhirnya, organisasi Putera dibubarkan oleh Jepang.

Pada tahun 1944, dibentuk Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa). Gerakan ini berdiri di bawah pengawasan para pejabat Jepang. Tujuan pokoknya adalah menggalang dukungan untuk rela berkorban demi pemerintah Jepang. Islam adalah agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Jepang merasa harus bisa menarik hati golongan ini. Maka, pada tahun 1943 Jepang membubarkan Majelis Islam A’la Indonesia dan menggantikannya dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Mas Mansyur.

2.             

 

Pembentukan Organisasi Semi Militer

Jepang menyadari pentingnya mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi semimiliter, seperti Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).

§ Organisasi Barisan Pemuda (Seinendan) dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan itu hanya untuk menarik minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah untuk membantu menghadapi tentara Sekutu.

§ Fujinkai merupakan himpunan kaum wanita di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter.

§ Keibodan merupakan barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun.

§ Heiho yang didirikan tahun 1943 merupakan organisasi prajurit pembantu tentara Jepang. Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.

§ Peta yang didirikan 3 Oktober 1943 merupakan pasukan bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak, para eks-Peta memiliki peranan besar dalam pertempuran melawan Jepang dan Belanda.

3.             

 

Pengerahan Romusha

Jepang melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan mencari bantuan tenaga yang lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang. Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya. Jumlah Romusha paling besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke Malaya, Myanmar, dan Thailand.

Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan kerja rodi karena takut kepada Jepang. Pada saat mereka bekerja sebagai romusha, makanan yang mereka dapat tidak terjamin, kesehatan sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia meninggal akibat romusha. Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha. Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan anak-anak. Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah pemaksaan wanita-wanita untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah wanita yang dipaksa Jepang untuk menjadi wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan pertempuran. Banyak gadis-gadis desa diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian mereka tidak kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir.

4.             

 

Eksploitasi Kekayaan Alam

Jepang tidak hanya menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan yang dilakukan oleh Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus menunjang semua keperluan perang Jepang. Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha perkebunan dan industri harus mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas. Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah lainnya. Keadaan inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.

Pada masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi sedemikian rupa sehingga mereka hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari panen yang dilakukannya. Kondisi ini mengakibatkan musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak penduduk yang memakan umbi-umbian liar, yang sebenarnya hanya pantas untuk makanan ternak.

Sikap manis Jepang hanya sebentar. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan maklumat pemerintah yang isinya berupa larangan pembicaraan tentang pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini tentu membuat kecewa bangsa Indonesia.

 

Terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menyebabkan berbagai perubahan masyarakat Indonesia baik aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan, maupun politik. Perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Indonesia pada masa kolonial? Mari lacak melalui uraian di bawah ini!

 

A. Perubahan pada Masa Kolonial Barat

1.             

 

Perluasan Penggunaan Lahan

https://lh6.googleusercontent.com/ktgLNlcvneBGBMtK1s6y7brfoAc6IC-jQYJxonWy2STRcHubV6wIyy4AxBvenNYwYU6fgCnw-vXoRWp9VFt3ByWjjoW3sBEowpUDXAZ8V46D-66p=w1280

Sumber: http://www.infosawit.com/news/390/2014--luas-kebun-sawit-nasional-10-2-juta--hektare-
Perkebunan di Sumatra Selatan.

Perhatikan gambar perkebunan di Sumatra tersebut. Mulai kapan perkebunan tersebut berkembang? Perkebunan di Indonesia telah berkembang sebelum masa penjajahan. Bangsa Indonesia telah memiliki teknologi turun temurun untuk mengembangkan berbagai teknologi pertanian. Pada masa penjajahan, terjadi perubahan besar dalam perkembangan perkebunan di Indonesia. Penambahan jumlah lahan untuk tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi juga perusahaan-perusahaan swasta.

Sumber: Buku Siswa IPS Kelas 8 Kurikulum 2013 Edisi revisi 2018
Saluran Irigasi BK 10 di Sumatra Selatan peninggalan masa Hindia Belanda.

Pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, banyak perusahaan asing yang menanamkan investasi di Indonesia. Berhektare-hektare hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan. Apakah kalian menemukan bekas-bekas perkebunan yang dahulu dikuasai Belanda? Perhatikan gambar saluran irigasi Bendung Komering 10 (BK 10) di Desa Gumawang, Belitang Madang Raya, Kabupaten OKU Timur, Sumatra Selatan. Saluran tersebut dibangun sejak masa Hindia Belanda. Daerah OKU Timur yang awalnya hutan belantara berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang sangat subur hingga sekarang. Sepanjang aliran irigasi tersebut menjadi lumbung padi Sumatra Selatan hingga kini.

 

2. Persebaran Penduduk dan Urbanisasi

Van Deventer pernah mengusulkan Politik Etis yang terdiri dari Edukasi, Irigasi, dan Transmigrasi. Sejarah transmigrasi Indonesia terutama terjadi pada akhir abad XIX. Tujuan utama transmigrasi pada masa tersebut adalah untuk menyebarkan tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatra dan Kalimantan. Banyak orang Jawa yang disuruh transmigrasi ke pulau Sumatera atau Kalimantan. Pembukaan perkebunan pada masa kolonial Barat di Indonesia telah berhasil mendorong persebaran penduduk Indonesia.

Munculnya berbagai pusat industri dan perkembangan berbagai fasilitas di kota menjadi daya dorong perkembangan kota-kota. Urbanisasi terjadi hampir di berbagai daerah di Indonesia. Daerah yang awalnya hutan belantara menjadi ramai dan gemerlap karena ditemukannya area pertambangan.

Sumber: http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/samerica/srsa.gif
Peta negara Suriname.

Persebaran penduduk Indonesia tidak sebatas dalam lingkungan nasional, tetapi juga lintas negara. Contohnya negara Suriname di Amerika Latin, di dalamnya banyak terdapat warga keturunan suku Jawa. Mereka adalah keturunan Jawa yang hidup turun temurun di Suriname sejak penjajahan Belanda. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah Belanda untuk mengirim banyak tenaga kerja ke Suriname, yang juga merupakan wilayah jajahan Belanda

 

3. Pengenalan Tanaman Baru

Pengaruh pemerintah kolonial Barat di satu sisi memiliki pengaruh positif dalam mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan. Beberapa tanaman andalan ekspor dikenalkan dan dikembangkan di Indonesia. Pengenalan tanaman baru sangat bermanfaat dalam pengembangan pertanian dan perkebunan di Indonesia.

 

4. Penemuan Tambang-Tambang

Pembukaan lahan pada masa kolonial Barat juga dilakukan untuk pertambangan minyak bumi, batu bara, dan logam. Pembukaan lahan untuk pertambangan ini terutama terjadi pada akhir abad XIX dan awal abad XX. Tambang Batu Bara Ombilin yang terletak di Sawahlunto, Sumatera Barat adalah salah satu contoh pertambangan yang ditemukan pada masa kolonial Barat.

Tambang Batu Bara Ombilin ditemukan oleh seorang insinyur Belanda bernama Willem Hendrik de Greve, di Padang Sibusuk, pada tahun 1868, dalam ekspedisi ekplorasi kekayaan di tanah Minangkabau. Dalam jurnal History of Coal Mine Ombilin Sawahlunto (1892-1942), ekspedisi dirintis oleh C De Groot.

Karena Groot kembali ke Belanda beberapa tahun setelah memulai, dilanjutkan oleh WH de Greve. Setelah de Greve meninggal tenggelam di Sungai Kuantan saat penelusuran lanjutan, ekspedisi dilanjutkan oleh Ir Verbeck hingga ke Sawahlunto.

 

Sumber: https://merahputih.com/post/read/tambang-batu-bara-ombilin-peninggalan-kolonial-yang-baru-diakui-situs-warisan-dunia
Tambang Batu Bara Ombilin.

 

5. Transportasi dan Komunikasi

Pada zaman penjajahan Belanda, banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan telepon. Pembangunan berbagai sarana transportasi dan komunikasi tersebut mendorong mobilitas barang dan jasa yang sangat cepat. Pada transportasi laut juga dibangun berbagai dermaga di berbagai daerah di Indonesia.

Jalan raya Anyer-Panarukan dibangun pada masa pemerintahan Daendels. Di satu sisi, pembangunan tersebut menimbulkan kesengsaraan rakyat, terutama akibat kerja paksa. Namun di sisi lain, pembangunan jalur tersebut telah mempermudah jalur transportasi dan komunikasi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Pembangunan rel kereta api juga dilakukan di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra.

 

6. Perkembangan Kegiatan Ekonomi

Perubahan masyarakat dalam kegiatan ekonomi pada masa kolonial terjadi baik dalam kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Kegiatan produksi dalam pertanian dan perkebunan semakin maju dengan ditemukannya berbagai teknologi pertanian yang bervariasi. Rakyat mulai mengenal tanaman yang tidak hanya untuk dipanen semusim. Pembukaan berbagai perusahaan telah melahirkan berbagai jenis pekerjaan dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, munculnya kuli-kuli perkebunan, mandor, dan administrasi di berbagai perusahaan pemerintah ataupun swasta. Kegiatan ekspor-impor juga mengalami kenaikan signifikan pada masa penjajahan Barat. Hal ini tidak lepas dari usaha pemerintah kolonial menggenjot jumlah produksi ekspor.

 

7. Mengenal Uang

Pada masa sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat, masyarakat biasanya bekerja secara bergotong royong. Contohnya, dalam mengerjakan sawah, setiap kelompok penduduk akan mengerjakan secara bersama-sama dari sawah satu ke sawah lainnya. Pada masa kekuasaan kolonial Barat, uang mulai dikenalkan sebagai alat pembayaran jasa tenaga kerja. Keberadaan uang sebagai barang baru dalam kehidupan masyarakat menjadi daya tarik tersendiri. Masyarakat mulai menyenangi uang karena dianggap lebih mudah digunakan.

Sumber: http://wakalanusantara.com/images_content/insideDoit.jpg Uang pada masa VOC.

 

8. Perubahan dalam Pendidikan

Terdapat dua pendidikan yang dikembangkan pada masa pemerintahan kolonial Barat. Pertama adalah pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah, dan yang kedua adalah pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat.

Pusat-pusat kekuasaan Belanda di Indonesia di berbagai kota di Indonesia menjadi pusat pertumbuhan berbagai sekolah di Indonesia. Kalian dapat menemukan sekolah-sekolah yang telah berdiri sejak zaman penjajahan di kota provinsi tempat tinggalmu. Pada masa penjajahan Belanda juga telah berkembang perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada masa pemerintahan kolonial Barat, terjadi diskriminasi pendidikan di Indonesia. Sekolah dibedakan menjadi dua golongan, yakni sekolah untuk bangsa Eropa dan sekolah untuk penduduk pribumi. Hal ini mendorong lahirnya berbagai gerakan pendidikan di Indonesia. Taman Siswa yang berdiri di Yogyakarta merupakan salah satu pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia. Sekolah-sekolah yang dipelopori berbagai organisasi pergerakan nasional tumbuh pesat pada awal abad XX.

Pengaruh pendidikan modern berdampak pada perluasan lapangan kerja pada masyarakat Indonesia. Munculnya elite intelektual memunculkan jenis pekerjaan baru, seperti guru, administrasi, pegawai pemerintah, dan sebagainya.

 

9. Perubahan dalam Aspek Politik

Kejayaan kerajaan-kerajaan pada masa sebelum kedatangan bangsa Barat satu per satu mengalami kemerosotan bahkan keruntuhan. Pada masa kerajaan, rakyat diperintah oleh raja yang merupakan bangsa Indonesia. Pada pemerintahan kolonial Barat, rakyat diperintah oleh bangsa asing. Kekuasaan bangsa Indonesia untuk mengatur bangsanya semakin hilang, digantikan dengan kekuasaan bangsa Barat. Perubahan inilah yang paling penting untuk diperjuangkan. Tanpa kemerdekaan, bangsa Indonesia sulit mengatur dirinya sendiri.

Perubahan dalam sistem politik juga terjadi dengan dikenalnya sistem pemerintahan baru. Pada masa kerajaan dikenal raja dan bupati, sementara itu pada masa pemerintahan kolonial Barat dikenal gubernur jenderal, residen, bupati, dan seterusnya. Para penguasa kerajaan menjadi kehilangan kekuasaannya, digantikan dengan kekuasaan pemerintahan kolonial Barat.

Terbentuknya pemerintahan Hindia Belanda di satu sisi menguntungkan bangsa Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda yang terpusat menyebabkan hubungan yang erat antara rakyat Indonesia dari berbagai daerah. Muncul perasaan senasib dan sepenanggungan dalam bingkai Hindia Belanda.

Munculnya berbagai organisasi pergerakan nasional tidak lepas dari ikatan politik Hindia Belanda. Sebelum masa penjajahan Hindia Belanda, masyarakat Indonesia terkotak-kotak oleh sistem politik kerajaan. Terdapat puluhan kerajaan di berbagai daerah di Indonesia. Pada masa pemerintah Hindia Belanda, berbagai daerah tersebut disatukan dalam satu identitas, yaitu Hindia Belanda.

 

10. Perubahan dalam Aspek Budaya

 

Sumber: http://www.museumindonesia.com/museum/96/1/Museum_Benteng_Vredeburg_Yogyakarta_Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

Perhatikan gambar Benteng Vredeburg di Yogyakarta di atas. Peninggalan tersebut merupakan salah satu bukti pengaruh kolonialisme dalam bidang budaya. Berbagai perubahan budaya pada masa penjajahan Belanda adalah dalam seni bangunan, tarian, cara berpakaian, bahasa, dan teknologi.

Seni bangunan dengan gaya Eropa dapat kalian temukan di berbagai kota di Indonesia. Coba kalian amati berbagai peninggalan pada masa kolonial Belanda yang terdapat di lingkungan tempat tinggalmu. Bagaimana perbedaan bangunan-bangunan tersebut dengan bangunan asli masyarakat Indonesia sebelumnya?

Masa penjajahan Belanda berpengaruh terhadap teknologi dan seni bangunan di Indonesia. Teknologi bangunan modern dikenalkan bangsa Barat di berbagai wilayah di Indonesia. Kalian masih dapat menelusuri sebagian besar peninggalan bangunan pada masa kolonial. Bahkan, sebagian bangunan tersebut sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai kantor pemerintah.

Perubahan kesenian juga terjadi terutama di masyarakat perkotaan yang mulai mengenal tarian-tarian Barat. Kebiasaan dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para pejabat Belanda berpengaruh pada perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Kalian juga masih dapat menelusuri bahasa-bahasa Belanda yang berpengaruh dalam kosa kata Bahasa Indonesia.

Dalam aspek budaya juga terjadi perubahan kehidupan beragama masyarakat Indonesia. Pengaruh kolonial yang lain adalah penyebaran agama Kristen di Indonesia. Agama Kristen diprediksi sampai di Indonesia sejak zaman kuno melalui jalur pelayaran. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topographica Christiana, pada abad VI sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di Pantai Malabar, dan di Sri Lanka. Dari Malabar itu, agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650, agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (di Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad IX, Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus-Nias melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan selanjutnya ke Tiongkok. Jalur inilah disebut-sebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara.

Penyebaran agama Kristen menjadi lebih intensif lagi seiring dengan datangnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad XVI. Kedatangan bangsa-bangsa Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran Agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik (selanjutnya disebut Katolik). Orang-orang Belanda membawa Agama Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen).

Siapa yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia? Mereka adalah para pastor, seperti Fransiskus Xaverius dari ordo Serikat Yesus. Pastor ini aktif mengunjungi desa-desa di sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara, dan Kepulauan Morotai. Usaha penyebaran agama Katolik ini kemudian dilanjutkan oleh pastor-pastor yang lain. Selanjutnya, di Nusa Tenggara Timur, seperti Flores, Solor, Timor, agama Katolik berkembang dengan baik sampai sekarang.

Agama Kristen Protestan berkembang di Kepulauan Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon, yang dipelopori Zending. Penyebaran agama Kristen ini juga semakin intensif saat Raffles berkuasa di Indonesia. Agama Katolik dan kemudian juga Kristen Protestan berkembang pesat di Indonesia bagian timur.

Pengaruh lain dalam bidang budaya adalah pakaian, bahasa, makanan, dan jenis pekerjaan baru. Pakaian gaya Eropa tidak hanya berpengaruh dalam lingkungan keraton, tetapi juga masyarakat luas. Kalian dapat menemukan berbagai kosa kata pengaruh Belanda seperti knalpot, kabinet, kanker, dan sebagainya.

 

B. Perubahan Masyarakat pada Masa Penjajahan Jepang

1.             

 

Perubahan dalam Aspek Geografi

Adanya eksploitasi kekayaan alam menjadi ciri penting pada masa pendudukan Jepang. Misi untuk memenangkan Perang Dunia II mendorong Jepang menjadikan Indonesia sebagai salah satu basisnya menghadapi tentara Sekutu. Jepang banyak membutuhkan banyak dukungan dalam menghadapi PD II. Lahan perkebunan yang ada pada masa Hindia Belanda merupakan lahan yang menghasilkan untuk jangka waktu yang lama. Jepang menggerakkan tanaman rakyat yang mendukung Jepang dalam PD II. Tanaman jarak dikembangkan sebagai bahan produksi minyak yang dibutuhkan sebagai mesin perang.

Kesengsaraan pada masa pendudukan Jepang menyebabkan besarnya angka kematian pada masa pendudukan Jepang. Migrasi terjadi terutama untuk mendukung perang Jepang menghadapi Sekutu. Banyak rakyat Indonesia yang ikut dalam romusha ataupun membantu pasukan Jepang di beberapa negara Asia Tenggara untuk membantu perang Jepang.

Sebagian dari mereka tidak kembali atau tidak diketahui nasibnya. Menurut catatan sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri seperti ke Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000 orang. Ratusan ribu orang tersebut banyak yang tidak diketahui nasibnya setelah Perang Dunia II usai.

https://lh6.googleusercontent.com/elO1qvV4ls0vzr51EK3I5-uSa6DSIwtgdAJAhiatjFs4xJ4Y3Ct8zpxYFQlbIhcGnnN4mnSgLpZyDVIiHn8vkbszyiN1qzZJtQdQ4jGOZ2OSfBU3=w1280

Sumber: http://manfaat.co.id/manfaat-daun-jarak
Tanaman jarak yang dikembangkan pada masa pendudukan Jepang.

 

2. Perubahan dalam Aspek Ekonomi

Sistem ekonomi perang Jepang membawa kemunduran dalam bidang perekonomian di Indonesia. Putusnya hubungan dengan perdagangan dunia mempersempit kegiatan perekonomian di Indonesia. Perkebunan tanaman ekspor diganti menjadi lahan pertanian untuk kebutuhan sehari-hari. Pembatasan ekspor menyebabkan sulitnya memperoleh bahan pakaian. Maka, rakyat Indonesia pun mengusahakannya sendiri. Pakaian yang terbuat dari benang goni menjadi tren pada masa pendudukan Jepang. Wajib setor padi dan tingginya pajak pada masa pendudukan Jepang menyebabkan terjadinya kemiskinan luar biasa. Angka kematian sangat tinggi. Sebagai contoh, di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah angka kematian mencapai 50%. Kemiskinan yang luar biasa berdampak pada penyakit-penyakit sosial lainnya. Gelandangan, pengemis, kriminalitas, semakin berkembang akibat lemahnya kekuatan ekonomi rakyat.

 

3. Perubahan dalam Aspek Pendidikan

Kegiatan pendidikan dan pengajaran menurun. Sebagai contoh, gedung sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500 buah; gedung sekolah lanjutan menurun dari 850 menjadi 20 buah. Kegiatan perguruan tinggi macet. Sementara itu, pengenalan budaya Jepang dilakukan di berbagai sekolah di Indonesia. Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa pengantar di berbagai sekolah di Indonesia.

Adapun bahasa Jepang menjadi bahasa utama di sekolah-sekolah. Tradisi budaya Jepang dikenalkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat rendah. Para siswa harus digembleng agar bersemangat Jepang (Nippon Seishin). Para pelajar juga harus menyanyikan lagu Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang) dan lagu-lagu lain, menghormati bendera Hinomaru, serta melakukan gerak badan (taiso) dan seikerei.

 

4. Perubahan dalam Aspek Politik

Propaganda Jepang berhasil memengaruhi masyarakat Indonesia. Dengan alasan untuk membebaskan bangsa Indonesia dan penjajahan Belanda, Jepang mulai mendapat simpati rakyat. Dengan kebijakan yang kaku dan keras, secara politik organisasi pergerakan yang pernah ada sulit mengembangkan aktivitasnya. Bahkan, Jepang melarang dan membubarkan semua organisasi pergerakan politik yang pernah ada di masa kolonial Belanda. Hanya MIAI yang kemudian diperbolehkan hidup karena organisasi ini dikenal sangat anti budaya Barat (Belanda). Kempetai selalu memata-matai gerak-gerik organisasi pergerakan nasional. Akibatnya, muncul gerakan-gerakan bawah tanah.

Jepang berusaha mendapatkan simpati dan dukungan rakyat dan tokoh-tokoh Indonesia atas kekuasaannya di Indonesia. Akibatnya, hal ini menimbulkan beragam tanggapan dari para tokoh pergerakan nasional. Kelompok pertama adalah kelompok yang masih mau bekerja sama dengan Jepang, tetapi tetap menggelorakan pergerakan nasional. Para tokoh ini adalah mereka yang muncul dalam berbagai organisasi bentukan Jepang. Adapun kelompok kedua adalah mereka yang tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Jepang dan melakukan gerakan bawah tanah.

Pada masa akhir pendudukan Jepang, terjadi revolusi politik di Indonesia, yakni kemerdekaan Indonesia. Peristiwa proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 menjadi momen penting perjalanan sejarah Indonesia selanjutnya. Kemerdekaan telah membawa perubahan masyarakat dalam segala bidang.

 

5. Perubahan dalam Aspek Budaya

Jepang berusaha ‘menjepangkan’ Indonesia. Ajaran Shintoisme diajarkan pada masyarakat Indonesia. Kebiasaan menghormat matahari dan menyanyikan lagu Kimigayo merupakan salah satu pengaruh pada masa pendudukan Jepang. Pengaruh budaya ini menimbulkan perlawanan di berbagai daerah. Kalian dapat mengamati terjadinya perlawanan masyarakat pada masa pendudukan Jepang. Salah satu penyebab perlawanan adalah penolakan terhadap kebiasaan menghormat matahari.

Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa pendudukan Jepang mengalami kemajuan. Pada tanggal 20 Oktober 1943, atas desakan dari beberapa tokoh Indonesia, didirikanlah Komisi (Penyempurnaan) Bahasa Indonesia. Tugas Komisi adalah menentukan istilah-istilah modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif serta menentukan kata-kata yang umum bagi bahasa Indonesia.

https://sites.google.com/view/ips8bab4/c-tumbuh-dan-berkembangnya-semangat-kebangsaan/pergerakan-nasional-pada-masa-pendudukan-jepang