cara mendidik anakLuqman, dengan tegas memberikan nasehat kepada putranya, “Wahai anakku!!! Sungguh jika ada perbuatan yang seberat biji sawi pun, dan berada dalam batu, dilangit atau dibumi, maka Allah S.W.T akan memberinya balasan, sesungguhnya Allah maha halus maha teliti”. Terjemah Q.S Luqman ayat 16 di atas adalah sesungguhnya sebuah peringatan untuk kita pula.
Kita berikan pemahaman kepada Buah Hati kita, bahwa kebaikan beratnya hanya seberat biji sawipun akan ditimbang. Sebaliknya, keburukan sekecil apapun pasti akan dibalas pula sesuai apa yang ia kerjakan, walupun beratnya hanya seberat biji sawi.Anak sholeh adalah anak yang mengenal Tuhannya sehingga ia selalu bepikir apa kebaikan-kebaikan yang akan dilakukan selanjutnya.
Biasanya seorang anak, belum mengerti apa yang kita sampaikan. Maka gunakanlah bahasa yang sederhana dalam mendidik anak. Gunakan bahasa yang konkret atau nyata sebagai cara mendidik anak dalam memberikan contoh supaya anak lebih memahami perintah yang kita inginkan. Misalnya saja, jika seorang anak mempunyai jajan dua buah, dan ketika itu juga ada seorang teman bermain, maka hendaknya diberikan satu buah jajan tadi kepada temannya. Sampaikan kepada anak, nanti suatu saat pasti ada yang memberi kita jajan kalau kita baik sama teman kita, dan seterusnya dan seterusnya.
Sebaliknya, sampaikanlah kepada anak kita bahwa jika kita berbuat yang sangat sederhana, tapi perbuatan itu menyakiti hati temannya, maka itupun nanti akan dirasakan juga oleh sang anak. Jadi, janganlah sekali-kali menyakiti hati temannya, jangan membuat temannya marah kepada kita, dan yang terpenting lagi, berikanlah apa yang kita punya kepada teman kita walaupun itu sedikit. Mendidik anak dengan cara seperti itu membuat anak merasa nyaman dan tidak tersakiti.
“Kalau aku nakal, terus mamah kan ga’ liat, jadi aku ga’ dimarah”. Kalimat ini jangan sampai terucap lagi. Dengan cara membiasakan bahwa selain orang tua, Allah SWT selalu melihat kita setiap saat. Allah SWT selalu mengawasi kita setiap saat. Allah SWT itu punya malaikat lho setiap saat yang melihat perbuatan kita, walaupun perbuatan kita tidak ada yang melihat, tapi Allah SWT melihatnya. Rasa “Ihsan” inilah yang perlu kita tumbuhkan sebagai orang tua kepada anak-anak kita agar ia menjadi anak sholeh dengan merasa selalu diawasi Allah SWT. Jika sedikit saja akan melakukan hal yang kurang baik, akan langsung ingat bahwa perbuatannya ada yang mengawasinya.
Inilah Cara Mendidik Anak Agar Merasa Diawasi Allah. Semoga dengan cara pembiasaan tersebut dan selalu dilatih, dilatih, dan dilatih, maka proses untuk menjadi anak yang takut akan pengawasan Allah SWT akan terbentuk. Terbentuklah sikap “Ihsan”. Setelah terbentuk sikap “Ihsan”, maka terbentuklah sikap “Iman” dan akan sempurna sikap “Islam”nya.
Profil Penulis
Syaifulloh Yusuf
Syaifulloh Yusuf, S.PdI adalah alumni Fakultas Ilmu Agama Islam UII Yogyakarta yang sedang menempuh studi S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
sumber gambar : http://cs319018.vk.me/v319018867/20fd/eLuHjOQW9Go.jpg

Senin, 06 Mei 2013

Muroqobah - Merasa Selalu Diawasi Allah - Islam, Iman, Ihsan dan Hari Kiamat

Allah SWT. Berfirman, yang artinya:
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.” (Asy-Syu’ara:218-219)
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (Al-Hadid:4)
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) langit.” (Ali Imran:5)
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (Al-Fajr:14)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Ghafir:19)
Dari Umar bin Khaththab ra., ia berkata:
“Ketika kami sedang duduk didekat Rasulullah SAW tiba-tiba muncul seorang lelaki berpakaian putih, berambut hitam pekat, bekas jalannya tidak terlihat dan tidak seorangpun diantara kami mengenalinya. Ia duduk menghadap beliau SAW, lalu menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha Nabi, seraya berkata: ‘Wahai Muhammad, terangkan kepadaku tentang Islam!’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Islam adalah hendaknya kamu bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan melakukan ibadah haji ke Baitullah jika memenuhi syaratnya.’ Ia berkata: ‘Engkau benar!’ Kami keheranan karenanya, dia bertanya namun membenarkannya.”
Lebih lanjut ia berkata: “Sekarang terangkanlah kepadaku tentang Iman!” Rasulullah SAW menjawab: “Yaitu kamu beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir, serta kamu beriman kepada baik dan jeleknya taqdir.” Ia berkata: “Engkau benar.” Selanjutnya terangkan kepadaku tentang ihsan! Rasulullah SAW menjawab: “Yaitu hendaknya engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya. Ketahuilah, bahwa Dia selalu melihatmu.” Orang itu kembali bertanya: “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya hari kiamat?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidaklah orang yang bertanya lebih mengetahui daripada yang ditanya.” Orang itu berkata lagi: “Kalau begitu beritahukanlah tanda-tanda (terjadinya) hari kiamat!” Rasulullah SAW menjawab: “Yaitu apabila budak wanita melahirkan bayi wanita yang akan menjadi majikannya dan kamu akan melihat orang yang asalnya tidak bersandal, telanjang, papa, penggembala kambing, menjadi orang-orang yang saling berlomba meninggikan bangunan rumahnya.”
Kemudian orang itu berlalu. Kami terdiam beberapa saat. Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Hai Umar, tahukah kamu siapa yang bertanya tadi?” Umar menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah SAW memberitahukan: “Dia adalah Jibril. Ia datang untuk mengajari kalian tentang agama Islam.” (HR. Muslim no.8)