Jumat, 17 Agustus 2012

NEGARAWAN : SIDANG ITSBAT OLEH PEMERINTAH MENYALAHI UUD 45 ?



SIDANG ITSBAT DI KEMENTRIAN AGAMA YANG MENIMBULKAN RASA KURANG NYAMAN BAGI PIHAK TERTENTU,

MENYALAHI PASAL 29 AYAT 2 UUD 1945 ?


(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.


    Sidang Itsbat adalah sidang para ulama dari berbagai ormas untuk mencari mufakat menentukan kapan tanggal 1 ramadhan, 1 syawal dan 1 dzulhijah. Hal itu berkait dengan kapan umat Islam harus mulai berpuasa ramadhan, kapan mengakhiri ramadhan karena harus lebaran esok harinya serta kapan hari raya idul adha harus berlangsung.
     Sidang itsbat seperti tersebut di atas seharusnya diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia dan di kantor MUI , bukan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia  di Kantor Kementrian Agama  .    Mengapa  ? 
     Pertama , Sidang Isbat adalah menyangkut agama dan kepercayaan, Itu menjadi domain MUI, bukan pemerintah. 
   Kedua, berdasar pasal 29 UUD 1945 ayat 2 (  yang berbunyi :Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.) mestinya Pemerintah ( c/q. Kementrian Agama ) menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk menurut agama dan kepercayaannya, namun kenyataannya dalam sidang isbat justru pemerintah menggiring menetapkan tanggal 1 ramadhan, i syawal dan 1 Dzulhijah cenderung berdasar mahzab tertentu atau model tertentu. Akibatnya segolongan umat yang tidak sama dengan penetapan pemerintah dipandang salah, nyleneh, membangkang , tak mendukung persatuan, sok tahu, terlalu gegabah dan cap predikat negatif lainnya. Ini tidak adil, dan melukai segolongan umat beragama. Pemerintah berandil dalam terciptanya fitnah dalam masyarakat.
    Ketiga, sidang isbat yang diselenggarakan oleh pemerintah (c/q. Kementrian Agama ) selama ini berdasar rukyatul hilal sepihak, menyimpang dari ajaran Rasulullah. Rasulullah mengajarkan puasalah jika engkau melihat bulan dan berhentilah jika engkau melihat bulan. Dalam kenyataan, pemerintah menetapkan sekarang belum masuk 1 Ramadhan karena bulan belum terlihat. Padahal ada beberapa orang yang bersaksi dan bersumpah berdasar alquran bahwa mereka melihat bulanSeharusnya orang-orang tersebut dipanggil dalam sidang isbat, dimintai keterangan lalu diambil sumpahnya. tetapi hal itu tidak dilakukanItu berarti sidang isbat yang dilakukan oleh pemerintah ( c/q  Kementrian Agama) cacat hukum.
      Jika penetapkan dilakukan berdasar cara, metode, perilaku yang cacat hukum, apakah masih sah ? Apakah legal ? Apakah secara syar'i halal diikuti atau dipatuhi ? Bagaimana hukum peribadahan masyarakat luas yang berdasar fatwa yang cacat hukum ? Haram, makruh atau mubah ? Apakah diterima oleh Alloh ?
     TOLONG JAWABLAH PERTANYAAN TERSEBUT DI ATAS BERDASAR QURAN DAN HADIS YANG SUPER SHOHEH agar bisa jadi pegangan atau pedoman seluruh umat muslim.
    Siapapun ( termasuk Ulama, Tokoh Masyarakat, MUI, Pemerintah dan atau Tokoh Ormas ) jangan pernah berani menetapkan hukum berdasar ego, napsu , syahwat politik kebanggan terhadap ormas atau golongan yang berakibat  meninggalkan quran atau hadis. Ingatlah firman Alloh dalam quran surat    Al-Ahzab ayat 64 sampai 68 sebagai berikut :


64. Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka),
65. mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong.
66. pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul".
67. dan mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar).
68. Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".

        
           Jika kita menetapkan suatu hukum sampai salah ( gara gara menuruti hawa napsu, egoisme, syahwat politik, kebanggan terhadap ormas / golongan ) , kemudian diikuti oleh orang lain, orang banyak atau umat, maka kita yang mengumumkan, memfatwakan atau menetapkan akan disiksa dua kali lipat dari siksa pengikut kita. Jika yang mengikuti kita ada sejuta umat, maka kita akan mendapat siksa duajuta tingkatan azab. NA'UDZUBILLAHI MINDZAALIK.
          Mengingat bahwa sidang isbat yang diselenggarakan oleh pemerintah ( c/q Kementrian Agama ) selama ini:
 (1) banyak menimbulkan fitnah antar golongan, 
 (2) menimbulkan cercaan ulama yang satu terhadap ulama yang lain,
(3) tidak sepenuhnya mentaati Hadis Rasululloh ( karena tidak
     menggubris kesaksian orang di daerah Cakung yang bersumpah
     melihat bulan ), dan
(4) tidak mempunyai landasan hukum yang kuat ( bahkan menyalahi
   Pasal 29 ayat 2 UUD 1945)
   maka hendaknya segera dihentikan.

   Pemerintah jangan lagi menyelenggarakan sidang isbat. 
Mahkamah Konstitusi hendaknya pro aktif memberikan perintah kepada pemerintah untuk tidak lagi menyelenggarakan sidang isbat dikarenakan tidak ada landasan hukum formil yang kuat dan bahkan berpotensi menimbulkan fitnah atau konflik di kalangan masyarakat.
             Selanjutnya sidang isbat sebaiknya diselenggarakan oleh MUI , di kantor MUI dan benar benar mengakomodir seluruh masyarakat muslim ( termasuk mengakomodir orang-orang di luar peserta sidang isbat yang bersumpah melihat bulan.).
               MUI jangan terjebak pada syahwat ormas tertentu, syahwat politik, ketokohan seseorang atau egoisme golongan. Lakukanlah sidang Isbat betul betul berdasarkan quran dan sunah Nabi yang super shoheh.
               Kemudian hendaknya MUI  secara obyektif,   syar'i ,  ilmiah dan profesional  menjelaskan kepada umat di seluruh dunia apa yang dimaksud dengan metode hisab ( lengkap dengan dalil dalinya, cara menghitungnya, kesahihannya , manfaatnya, kekurangan dan kelebihannya). 
           Jelaskan juga apa yang dimaksud dengan rukyatul hilal dan hal hal yang berkait dengan itu. 
         Setelah itu, biarkan umat islam dan masyarakat luas memilih sendiri, kapan 1 ramadhan, 1 syawal dan atau 1 dzulhijah. Jangan digiring pada model tertentu.
         Tak kalah penting, para ahli astronomi hendaknya menjelaskan kepada publik, bagaimana pandangan astronom tentang kemungkinan bulan dapat dilihat atau tidak. Apa syaratnya, bagaimana posisinya, prosesnya, dampaknya, kemungkinan peluang dan hambatannya.
     Lalu berdasarkan data dan fakta ilmiah astronomi itulah selanjutnya para ulama bersepakat tentang syarat minimal kapan bulan dinyatakan HILAL . 
         Sebab  definisi dan hakekat HILAL   inilah yang selama ini masih menjadi perdebatan, sehingga memunculkan friksi dan perbedaan cara pandang, YANG BERAKIBAT PASTI TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN 1 RAMADHAN, 1 SYAWAL DAN ATAU 1 DZULHIJAH.
                Semoga tulisan ini menggugah semua pihak yang merasa  berwenang dan bertanggungjawab dalam ketertiban ibadah dan persatuan bangsa Indonesia, untuk kembali merenung, beristighfar, dan mohon petunjuk Alloh agar diberi jalan keluar yang paling benar, paling tepat guna dan paling aman dalam penentuan 1 ramadhan, 1 syawal dan 1 dzulhijah. 
          Jangan ada lagi fitnah, saling cerca, saling menyalahkan, merasa benar sendiri atau kucil mengucilkan. 
             Ingat setiap diri adalah pemimpin , dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungajawaban atas kepemimpinannya.
                   INGAT PULA FIRMAN ALLOH SURAT AL-IRA' 36


Tidak ada komentar:

Posting Komentar